Dalam keseharian kita, sengaja maupun tidak, seringkali muncul di dalam hati perasaan takabur atau sombong. Bagaimana tandanya? Orang yang sombong cirinya ada dua; pertama, tidak tahan mendengar kebenaran yang disampaikan oleh orang lain. Orang yang sombong tidak menyukai adanya nasehat dakwah. Kedua, merendahkan orang lain. Hal ini dapat terlihat dari kata-kataya, cara duduk, bahkan cara menunjuk. Ini termasuk kedurhakaan kepada Allah yang luar biasa. Ia merasa lebih tinggi dari orang lain. Dari cara duduk, memposisikan dirinya yang dianggap lebih dari orang lain. Orang yang ilmunya tinggi sering mudah menjadi sombong karena ilmunya.
Dari bahasa tangan, posisi telunjuk, jempol, atau tangan terbuka ketika berkomunikasi, masing-masing memiliki rasanya. Gerak-gerik kita, tutur kata, raut muka, dan sikap menunjukkan tingkat ketakaburan kita. Hal ini munculnya dari hati. Periksa diri kita bahwa kesombongan itu salah satu yang membuat kita terhambat menjadi ahli surga.
Bila merasa posisi lebih, cenderung nada suara menjadi lebih besar,
kasar, lebih merendahkan. Padahal di sisi Allah orang yang dianggap
rendah itu bisa jadi lebih mulia. Contoh, guru dengan murid. Murid lebih
muda usianya, berarti dosanya lebih sedikit. Sedangkan apabila melihat
yang lebih tua usianya, maka kita mesti memandang pahalanya lebih
banyak. Ketika melihat orang yang bergelimang dengan dosa, maka kita
mesti memandang bahwa siapa tahu ia akan bertaubat nashuha yang membuat
Allah SWT akan mengampuni. Sehingga paling merugi apabila waktu kita
digunakan hanya untuk melihat orang lain lebih rendah dari kita.
Sesungguhnnya kita tidaklah berhak untuk takabur atau sombong, sebab ketakaburan adalah milik Allah semata. Bila kita takabur, sikap yang jauh dari ketawadhuan, berarti mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Iblis. Sayyidina Ali menerangkan, Iblis pada mulanya adalah makhluk yang sangat taat beribadah kepada Allah. Enam ribu tahun ia beribadah kepada Allah dengan penuh kesungguhan, tetapi karena takabur kepada Allah pada satu saat saja, kemudian ia jatuh pada laknat Allah. Lalu, ujar Sayyidina Ali, setelah Iblis, siapa yang bisa selamat dari murka Allah bila bermaksiat yang sama dengannya?
Orang yang paling beruntung itu adalah orang yang paling tawaddhu. Tawadhunya harus ikhlas. Karena ada yang tawadhunya palsu. Lawannya adalah takabur. Orang takabur sekecil apapun diancam tidak akan masuk surga. Hebatnya penyakit takabur bisa membuat kita celaka. Oleh karena itulah wajib bagi kita memeriksa hati dari sifat ini.
0 komentar