Tentu tidak sekadar bermain. Apa yang kami dapatkan dari kunjungan ke
acara Cikal Main-Main di sekolah Cikal beberapa waktu lalu, bermain
bersama keluarga, terutama anak-anak, sebaiknya yang menyehatkan dan
dilakukan secara "sehat".
Mengapa bermain itu penting?
Pada sesi talk show "Cikal Main-Main" bersama Dra. Mayke S Tedjasaputra, MSi, psikolog anak yang juga play therapist, terungkap hasil penelitian menarik yang dilakukan Haight, Parke & Black dalam Frost (2008). Bahwa kebanyakan orang tua di Indonesia tidak melihat bermain sebagai sesuatu yang berpengaruh sangat signifikan pada perkembangan anak.
Orang tua di Indonesia juga memiliki keterlibatan yang sangat minim
terhadap anak-anaknya terutama dalam hal bermain. Ditambah fenomena yang
terjadi, yakni terjadinya pergeseran kegiatan permainan, ketika
permainan digital atau virtual atau elektronik mendominasi permainan
non-virtual (riil).
"Padahal permainan real (riil) diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan mental, fisik, sosial-emosional yang sehat. Permainan riil
juga menjadi media terbentuknya relasi antara anak dan orang dewasa,
berpikir kritis dalam melihat hubungan sebab-akibat, sehingga anak bisa
mengendalikan impulsnya, belajar peran sosial," papar Mayke.
Bahkan menurut James L Hymes, spesialis perkembangan anak asal
Amerika, anak akan belajar sesuatu melalui bermain -- learning through
play. "Bermain, bagi anak-anak kecil, akan memfasilitasi berbagai
kegiatan yang bisa mengasah daya ingat, daya nalar, bahasa, sosialisasi,
menyelesaikan masalah, dan menemukan hal-hal baru," terang Mayke.
Bermain yang menyehatkan dan lakukan secara "sehat"
Bermain yang menyehatkan dilihat berdasarkan pemilihan alat permainan dan kegiatan bermain yang dilakukan. Antara lain dipaparkan Mayke sebagai berikut:
Alat permainan dipilih sesuai dengan usia dan keunikan anak. Hindari pemberian game elektronik secara berlebihan, terutama pada anak-anak prasekolah.
Fasilitasi alat permainan dan kegiatan bermain yang bervariasi (mencakup pengembangan 3 domain). Indoor vs outdoor
(dari permainan dalam ruangan ke permainan luar ruangan), individual vs
group play (dari permainan perorangan ke permainan berkelompok),
ustructured vs semi structured play (dari permainan tidak terstruktur
menjadi terstruktur).
Alat permainan lintas gender. Artinya, jangan terlalu mengkhawatirkan
apakah alat permainan tertentu identik dengan perempuan atau laki-laki.
Saat bermain, semua jenis alat permainan boleh dimainkan anak.
Sedangkan bermain yang dilakukan secara "sehat", artinya membutuhkan perilaku caregiver (orang tua atau pengasuh) dan how to play
(cara bermain) yang tepat. Yakni, permainan yang dilakukan bisa
menimbulkan interaksi timbal balik antara orang tua dan anak. Mayke
menyebutkan beberapa tipe peran caregiver, yaitu:
1. Onlooker
Mengamati dari dekat dan segera bertindak bila anak membutuhkan bantuan.
2. Stage manager
Membantu menyediakan peralatan yang dibutuhkan anak, memberikan bantuan kalau dibutuhkan.
3. Co-player
Bergabung dengan anak, menjadi teman bermain (follower), anak yang memegang inisiatif.
4. Play leader
Menjadi inisiator kegiatan
bermain, terutama pada permainan yang baru dikenal oleh anak. Tetap
memberikan anak kesempatan eksplorasi.
5. Instructor
Cenderung membatasi kebebasan anak, banyak mengarahkan sehingga anak merasa terganggu.
Dari penjelasan tersebut, menjadi caregiver yang co-player
menjadi cara yang paling "sehat" untuk bermain bersama anak. "Orang tua
mengikuti sepenuhnya permainan anak, dunianya mereka," jelas Mayke
sambil menyebut instructor sebagai peran caregiver yang paling tidak
direkomendasikan.
Jadi, bagi Anda yang selama ini "malas" bermain bersama anak, mengapa
tidak memanfaatkan momen liburan kali ini untuk memperbaiki kesalahan.
Mari dukung anak untuk mencapai perkembangan terbaiknya. Betul demikian?
(wida/adm)
0 komentar