Definisi Nasab
Nasab secara etimologi berarti al qorobah (kerabat), kerabat dinamakan nasab dikarenakan antara dua kata tersebut ada hubungan dan keterkaitan. Berasal dari perkataan mereka nisbatuhu ilaa abiihi nasaban (nasabnya kepada ayahnya)… Ibnus Sikit berkata,”Nasab itu dari sisi ayah dan juga ibu.” Sementara sebagian ahli bahasa mengatakan,”Nasab itu khusus pada ayah, artinya seseorang dinasabkan kepada ayahnya saja dan tidak dinasabkan kepada ibu kecuali pada kondisi-kondisi exceptional."
Sedangkan nasab menurut terminologi, setelah dilakukan banyak penelitian pada berbagai referensi dari madzhab-madzhab fiqih yang empat maka tidak ditemukan tentang definisi terminologi (syar’i) terhadap nasab. Kebanyakan fuqoha mencukupkan makna nasab secara umum yang digunakan pada definisi etimologinya, yaitu bermakna al qorobah baina syakhshoin (kekerabatan diantara dua orang) tanpa memberikan definisi terminologinya.
Makna inilah yang digunakan untuk melegitimasi keberadaan nasab terhadap seorang tertentu atau tidak ada nasab baginya. Diantara berbagai definisi secara umum tersebut ada definisi dari al Baquri yaitu ia nasab adalah al qorobah (Kerabat) yang artinya rahim. Lafazh ini mencakup setiap orang yang ada kekerabatan diantara kamu dengan orang tersebut, baik dekat maupun jauh, dari jalur ayah atau ibu."
Beberapa peneliti kontemporer berusaha memberikan definisi nasab dengan makna khusus yaitu kekerabatan dari jalur ayah dikarenakan manusia hanya dinasabkan kepada ayahnya saja. (al Bashmah al Warotsiyah hal 2)
Penisbahan Bin / Binti Dibelakang Nama
Peletakan nama bin (anak laki-laki) dan binti (anak perempuan) yang disertai dengan nama ayahnya setelah nama anaknya adalah sesuatu yang disyariatkan didalam agama Islam.
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ
Artinya : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS. Al Ahzab : 5)
Didalam ayat itu Allah swt meminta agar setiap anak dinisbahkan kepada ayahnya tidak kepada ibunya, sehingga disebut fulan bin fulan tidak fulan bin fulanah. Ketika seseorang dipanggail atau diseru ia juga dipanggil dengan,”Wahai bin fulan.” Tidak “Wahai bin fulanah.”
Pada hari kiamat pun manusia akan dipanggil dengan namanya yang dinisbahkan kepada ayahnya, fulan bin fulan, sebagaimana disebutkan didalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi saw,”Sesungguhnya seorang pengkhianat akan mengangkat sebuah panji untuknya pada hari kiamat. Dikatakan kepadanya,’Inilah pengkhianatan fulan bin fulan.” (HR. Bukhori)
Ibnu Batthol mengatakan,”Panggilan dengan ayahnya lebih bisa dikenal dan lebih mengena untuk membedakannya dengan orang lain.” (Fathul Bari juz X hal 656)
Penisbahan seorang anak kepada ayahnya ini dikarenakan ayahnya adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya baik didalam maupun diluar rumah. Firman Allah swt
Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” (QS. An Nisaa : 34)
Qowwam (pemimpin) didalam ayat itu berarti bahwa laki-laki (ayah) lah yang bertanggung jawab didalam memberikan nafkah, mengarahkan akhlak dan prilaku mereka. Kaum lak-laki juga yang menjadi hakim, pemimpin, orang yang berperang, bukan kaum wanita…
Ayat ini menjelaskan kelebihan mereka terhadap kaum wanita didalam hal warisan dan juga kaum laki-laki diwajibkan memberikan mahar serta nafkah sementara manfaat dari kelebihan ini akan kembali kepada kaum wanitanya.
Disebutkan bahwa kaum laki-laki memiliki kelebihan didalam akal dan penataannya maka mereka diberikan hak kepemimpinan daripada kaum wanita. Disebutkan pula bahwa kaum laki-laki memiliki suatu kelebihan yaitu kekuatan didalam dirinya dan karakter yang tidak dimiliki para wanita. Karakter laki-laki biasanya panas dan gersang maka mereka memiliki power dan kekuatan sedangkan karakter perempuan biasanya lunak dan sejuk maka mereka adalah orang-orang yang lembut dan lemah. Oleh karena itu kaum laki-laki diberikan hak kepemimpinan daripada kaum wanita. (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz V hal 152 – 153)
Pemeliharaan Islam Terhadap Nasab
Allah swt menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar bisa saling kenal mengenal, sebagaimana firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٠
Artinya : “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat : 10)
Realita berbangsa-bangsa dan bersuku-suku ini tidak akan bisa diketahui tanpa adanya saling kenal mengenal dan interaksi kecuali dengan mengetahui nasab-nasab mereka dan memeliharanya dari ketercampuran dan kerancuan dari nasab-nasab orang selainnya…
Islam membatalkan setiap bentuk hubungan yang telah dikenal oleh sebagian umat dan masyarakat yang menyimpang dari syariat Allah yang lurus. Islam tidak membolehkan hubungan selain hubungan yang ditegakan diatas pernikahan yang syar’i dengan berbagai persyaratan yang telah ditentukan atau memiliki budak yang juga telah ditentukan, firman-Nya,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾
إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧
Artinya : “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mukminun : 5 – 7)
Diantara pemeliharaan islam terhadap nasab adalah kecamannya yang keras terhadap berbagai pengingkaran nasab dan ancaman kepada para ayah dan ibu yang mengingkari keberadaan nasab anak-anak mereka, sikap berlepas dirinya dari anak-anak itu, atau ketika menasabkan seorang anak yang bukan dari mereka.
Sabda Rasulullah saw,”… Dan setiap laki-laki yang mengingkari anaknya padahal dia mengetahuinya maka Allah menghijab darinya pada hari kiamat serta Dia swt akan menghinakannya dihadapan orang-orang yang terdahulu dan belakangan.” (HR. Abu Daud)
Islam mengharamkan penasaban seseorang kepada selain ayahnya sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berisi ancaman keras terhadap pelakunya,”Siapa yang menganggap kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahui bahwa dia bukanlah ayahnya maka surga diharamkan atasnya.” (HR. Bukhori)
Islam membatalkan pengangkatan anak, penasaban anak angkat kepada ayah angkatnya, setelah hal ini dianggap biasa dan tersebar dikalangan orang-orang jahiliyah pada awal-awal islam. Allah swt berfirman :
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
Artinya : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al Ahzab : 5)
(al Bashmah al Warotsiyah hal 3 – 4)
Wallahu A’lam
0 komentar