Berbeda dengan pola asuh orangtua generasi terdahulu yang cenderung
mendidik anak dengan keras dan otoriter, orangtua masa kini lebih
bersikap "toleran" kepada anak. Semakin jarang orangtua modern yang
memberikan hukuman fisik kepada anak yang dianggap "nakal".
Anna
Surti Ariani, seorang psikolog anak dan keluarga, mengatakan bahwa
menghukum anak sebenarnya boleh saja dilakukan asalkan anak sudah
benar-benar tidak dapat ditegur secara halus. Namun, menghukum anak pun
ada aturannya. Hukuman yang terlalu keras, misalnya hukuman fisik, bisa
menimbulkan trauma pada anak.
"Prinsip menghukum anak, jangan ada kekerasan fisik," tutur Nina,
panggilannya, dalam seminar edukasi bertajuk "Anak Sukses Berkat
Orangtua Pintar" yang diadakan oleh Fonterra dan ChildFund di Jakarta,
Kamis (20/6/2013).
Hukuman fisik berupa tamparan, cubitan, pemukulan, sebaiknya dihindari. Orangtua juga sebaiknya mampu menahan diri untuk tidak mengungkapkan kata-kata negatif saat menghukum anak.
Sebaliknya, hukuman bisa dilakukan dengan menyetrap ataupun mencabut
hak anak. Namun, imbuh Nina, menyetrap atau mengondisikan anak dalam
keadaan diam dan tidak boleh melakukan apa-apa dalam periode waktu
tertentu juga ada aturannya.
"Bagi anak usia balita, penyetrapan sebaiknya tidak boleh dilakukan
lebih dari satu menit. Penyetrapan juga tidak boleh dilakukan dengan
posisi-posisi yang menyulitkan anak, seperti diikat di kursi, di tiang,
menjewer telinga, dan sebagainya," papar Nina.
Sementara itu, penghukuman berupa mencabut hak lebih disarankan oleh
Nina. Pencabutan hak dapat berupa tidak diberikan jatah camilan favorit
atau tidak diperbolehkan melakukan kegiatan yang disukai anak untuk
sementara waktu.
Editor :
Lusia Kus Anna
0 komentar