Serangan 11 September 2001 menjadi titik awal perang AS melawan teror di bumi-bumi Muslim. Invasi AS ke Irak dan Afghanistan membuat dunia percaya bahwa Islam dan Muslim identik dengan kekerasan dan terorisme.
Tapi kampanye-kampanye negatif tentang Islam dan Muslim yang demikian
gencar justeru membuat banyak non-Muslim di Barat yang tertarik
mempelajari Islam dan tak sedikit diantara mereka yang akhirnya memilih
menjadi seorang Muslim. Mereka berani mengucap dua kalimat syahadat
karena yakin Islam sebenarnya adalah agama yang paling sempurna dan
mengajarkan perdamaian.
Thomas Webber seorang pemuda Inggris, adalah salah satu orang yang
tidak percaya begitu saja dengan kampanye hitam terhadap Islam yang
dilakukan dunia Barat. Terlahir dari keluarga Kristen, Webber dan
saudara-saudara kandungnya; satu orang kakak lelaki dan dua adik
perempuan kembar, diwajibkan ikut sekolah Minggu oleh ibunya.
Sejak kecil, Webber memang sudah dikenal cerdas. Apa yang diajarkan
di sekolah Minggu membuat Webber kecil bertanya-tanya mengapa Tuhan yang
ia kenal penuh cinta kasih dan memiliki kekuatan seperti keyakinan
dalam Kristen, harus membunuh anaknya untuk menanggung beban dosa-dosa
manusia. Webber berpikir ajaran itu tidak masuk akal.
Waktu terus berjalan, Webber pun beranjak remaja. Pada masa ini,
Webber tidak lagi terlalu memikirkan konsep ketuhanan. Bagi Webber,
hari-hari besar keagamaan adalah hari libur dimana ia bisa santai atau
saatnya bagi-bagi hadiah. Dia memandang orang-orang yang percaya pada
agama adalah orang-orang yang cara berpikirnya lemah atau bodoh, karena
mereka tidak bisa membuktikan ajaran agama mereka seperti pembuktian
dalam ilmu pengetahuan yang ia pelajari di sekolah.
Di ulangtahunnya yang ke-13, terjadi perubahan dalam diri Webber. Ia
merasa mulai peduli lagi pada agama. Tapi bukan dalam artian ia kembali
menjadi penganut Kristen yang religius. Tapi hanya meyakini bahwa ada
satu kekuatan atas segala sesuatu yang ia tidak mampu melakukannya.
Webber pun mulai mempelajari bermacam-macam agama, kecuali Islam.
Agama-agama yang ia pelajari membuatnya berpikir bahwa semua agama itu
bertujuan untuk membuat orang menjadi lebi bermoral. Webber merasa masih
ada sesuatu yang kurang dari beragam agama yang sudah ia pelajari.
Pencarian atas kebutuhan jiwanya yang belum terpenuhi itupun terus ia
lanjutkan.
Menemukan Kebenaran Islam
Tahun 2001, terjadilah serangan 11 September ke gedung kembar World
Trade Center di New York yang membuatnya hampir tak percaya menyaksikan
tragedi itu. Namun ramainya pemberitaan tentang peristiwa kelabu itu
sama sekali tidak terlalu mempengaruhi kehidupannya. Perhatiannya mulai
terusik ketika laporan-laporan tentang serangan itu mulai menyebut-sebut
tentang teroris Islam, tindakan balasan terhadap Muslim dan dilanjutkan
dengan laporan-laporan tentang serangan ke Afghanistan lalu ke Irak.
Webber mulai mempertanyakan semua itu dan tergerak untuk mencari
kebenaran tentang Islam.
“Saya tidak begitu saja percaya bahwa orang-orang Islam bisa menjadi
teroris yang hanya bisa membunuh dan menimbulkan kebencian. Bagi saya
itu sangat aneh, sehingga saya mengabaikannya. Tapi mungkin ini adalah
saat ketika saya untuk pertama kalinya benar-benar merasa ingin untuk
belajar agama,” kata Webber.
Di tahun keenam masa kuliahnya, Webber berkenalan dengan seorang
Muslim. Dari sahabat Muslimnya itulah Webber menemukan menemukan bukti
yang jelas dan nyata bahwa orang-orang Muslim adalah seperti
penganut-penganut agama lain pada umumnya, dan bukan orang-orang yang
brengsek dan hanya bisa melakukan kekerasan.
Sejak itu, Webber mulai serius belajar Islam. Ia diam-diam menggali
berbagai informasi tentang Islam dari internet. Ia melakukannya saat
sedang seorang diri, karena Webber mengaku belum siap jika ada orang
yang melihatnya atau berpikir Webber sedangn mempertimbangkan masuk
agama tertentu, apalagi memilih agama Islam. Tapi Webber meyakini apa
yang ia baca tentang Islam, meski ia sedikit mengalami kebingungan yang
membuat perjalanannya menuju Islam agak tersendat.
Pada suatu saat di Musim Panas, Webber merasa bahwa ia sudah hampir mantap untuk memilih Islam, meski masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di kepalanya dan ia tidak punya tempat untuk bertanya. Untunglah sahabat Muslimnya menelponnya dan butuh berjam-jam buat Webber untuk mengatakan bahwa ia bantuan sahabatnya itu.
Akhirnya, Webber berani mengatakan bahwa ia masih bingung tentang
agama. Saat itu Webber masih belum mau mengatakan bahwa ia ingin masuk
Islam sampai ia benar-benar yakin bahwa ia harus menjadi seorang Muslim.
Kesempatan itu akhirnya datang juga. Di ulangtahunnya yang ke-20
Webber memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, beberapa hari
sebelum ia berangkat ke London untuk menghadiri Konferensi ”Global Peace
and Unity”.
”Malamnya, saya berusaha tidur tapi yang terdengar di telinga saya hanya suara adzan. Itulah saat-saat terindah yang pernah saya rasakan,” tukas Webber menceritakan betapa gelisahnya ia menunggu detik-detik bersejarah dalam hidupnya, mengucapkan dua kalimat syahadat.
Setelah menjadi seorang Muslim, Webber masih harus berjuang keras agar ia bisa diterima oleh keluarganya. Perjuangannya tak sia-sia, karena keluarga sekarang sudah menerimanya menjadi seorang Muslim. Tapi perjalanan Webber sebagai mualaf masih panjang.
”Sekarang saya masih belajar hadist dan alQuran dan hal-hal lainnya tentang Islam,” tandas Webber.
(Red/iol)
0 komentar