Pahami anak sebagai individu yang berbeda. Seorang anak dengan yang lainnya memiliki karakter yang berbeda. Memiliki bakat dan minat yang berbeda pula. Karenanya, dalam menyerap ilmu dan mengamalkannya berbeda satu dengan yang lainnya. Sering terjadi kasus, terutama pada pasangan muda, orangtua mengalami ‘sindroma’ anak pertama. Karena didorong idealisme yang tinggi, mereka memperlakukan anak tanpa memerhatikan aspek-aspek perkembangan dan pertumbuhan anak. Misal, anak dipompa untuk bisa menulis dan membaca pada usia 2 tahun, tanpa memerhatikan tingkat kemampuan dan motorik halus (kemampuan mengoordinasikan gerakan tangan) anak.
Kata مَا اسْتَطَعْتُمْ (semampumu) menunjukkan kemampuan dan kesanggupan seseorang berbeda-beda, bertingkat-tingkat, satu dengan lainnya tidak bisa disamakan. Ini semua karena pengaruh berbagai macam latar belakang.
1. Memberi tugas hendaklah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Berusahalah untuk selalu menghargai niat, usaha dan kesungguhan anak.
Jangan mencaci maki anak karena kegagalannya. Tapi berikan ungkapan-ungkapan yang bisa memotivasi anak untuk bangkit dari kegagalannya. Misal, “Abi tidak marah kok, Ahmad belum hafal surat Yasin. Abi tahu, Ahmad sudah berusaha menghafal. Lain kali, kita coba lagi ya…”
3. Tidak membentak, memaki dan merendahkan anak. Apalagi di hadapan teman-temannya atau di hadapan umum.
4. Tidak membuka aib (kekurangan, kejelekan) yang ada pada anak di hadapan orang lain.
5. Jika anak melakukan kesalahan, jangan hanya menunjukkan kesalahannya semata. Tapi berilah solusi dengan memberitahu perbuatan yang benar yang seharusnya dia lakukan. Tentunya, dengan cara yang hikmah.
6. Tidak memanggil atau menyeru anak dengan sebutan yang jelek. Seperti perkataan: “Dasar bodoh!”
7. Perbanyak ucapan-ucapan yang mengandung muatan doa pada saat di hadapan anak.
Juga selalu mendoakan kebaikan bagi sang anak, sebagaimana firman Allah:
8. Berusahalah untuk senantiasa berlaku hikmah dalam menghadapi masalah anak. Tidak mengedepankan emosi. Tidak mudah menjatuhkan sanksi. Telusuri setiap masalah yang ada pada anak dengan penuh hikmah, tabayyun (klarifikasi).
9. Berusahalah bersikap adil terhadap anak-anak dan berbuat baik kepadanya.
10. Hindari sikap-sikap dan tindakan yang menjadikan anak mengalami trauma, blocking (mogok), malas atau enggan belajar. Sebaliknya, ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
Wallahu a’lam.
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (At-Taghabun: 16)
Hadits dari Abu Hurairah, Nabi bersabda:فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ“Apabila aku melarangmu dari sesuatu maka jauhi dia. Bila aku perintahkan kamu suatu perkara maka tunaikanlah semampumu.” (HR. Al-Bukhari, no. 7288)
Kata مَا اسْتَطَعْتُمْ (semampumu) menunjukkan kemampuan dan kesanggupan seseorang berbeda-beda, bertingkat-tingkat, satu dengan lainnya tidak bisa disamakan. Ini semua karena pengaruh berbagai macam latar belakang.
1. Memberi tugas hendaklah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Al-Baqarah: 286)
2. Berusahalah untuk selalu menghargai niat, usaha dan kesungguhan anak.
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda:إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa dan harta kalian, tapi Allah melihat kepada hati (niat) dan amal-amal kalian.” (HR. Muslim no. 2564)
Jangan mencaci maki anak karena kegagalannya. Tapi berikan ungkapan-ungkapan yang bisa memotivasi anak untuk bangkit dari kegagalannya. Misal, “Abi tidak marah kok, Ahmad belum hafal surat Yasin. Abi tahu, Ahmad sudah berusaha menghafal. Lain kali, kita coba lagi ya…”
3. Tidak membentak, memaki dan merendahkan anak. Apalagi di hadapan teman-temannya atau di hadapan umum.
Allah berfirman:“Dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (An-Nisa`: 5)
4. Tidak membuka aib (kekurangan, kejelekan) yang ada pada anak di hadapan orang lain.
Dari Abdullah bin ‘Umar, bahwa Nabi bersabda:مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ“Barangsiapa menutup (aib) seorang muslim, Allah akan menutup (aib) dirinya pada hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari no. 2442)
5. Jika anak melakukan kesalahan, jangan hanya menunjukkan kesalahannya semata. Tapi berilah solusi dengan memberitahu perbuatan yang benar yang seharusnya dia lakukan. Tentunya, dengan cara yang hikmah.
‘Umar bin Abi Salamah berkata:كُنْتُ غُلَامًا فِي حِجْرِ رَسُولِ اللهِ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللهِ : يَا غُلَامُ، سَمِّ اللهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيْكَ“Saat saya masih kecil dalam asuhan Rasulullah, saya menggerak-gerakkan tangan di dalam nampan (yang ada makanannya). Lantas Rasulullah menasihatiku, ‘Wahai ananda, sebutlah nama Allah (yaitu bacalah Bismillah saat hendak makan). Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang ada di sisi dekatmu’.” (HR. Al-Bukhari no. 5376)
6. Tidak memanggil atau menyeru anak dengan sebutan yang jelek. Seperti perkataan: “Dasar bodoh!”
Ini berdasarkan hadits Ummu Salamah, Rasulullah bersabda:لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ بِخَيْرٍ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ“Janganlah kalian menyeru (berdoa) atas diri kalian kecuali dengan sesuatu yang baik. Karena, sesungguhnya malaikat akan mengaminkan atas apa yang kalian ucapkan.” (HR. Muslim no. 920)
7. Perbanyak ucapan-ucapan yang mengandung muatan doa pada saat di hadapan anak.
Seperti ucapan:بَارَكَ اللهُ فِيْكُمْ“Semoga Allah memberkahi kalian.”
Allah berfirman:“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Al-Baqarah: 83)
Juga selalu mendoakan kebaikan bagi sang anak, sebagaimana firman Allah:
“Dan orang-orang yang berkata: ‘Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa’.” (Al-Furqan: 74)
8. Berusahalah untuk senantiasa berlaku hikmah dalam menghadapi masalah anak. Tidak mengedepankan emosi. Tidak mudah menjatuhkan sanksi. Telusuri setiap masalah yang ada pada anak dengan penuh hikmah, tabayyun (klarifikasi).
Allah berfirman:“Dan barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (Al-Baqarah: 269)
9. Berusahalah bersikap adil terhadap anak-anak dan berbuat baik kepadanya.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90)
10. Hindari sikap-sikap dan tindakan yang menjadikan anak mengalami trauma, blocking (mogok), malas atau enggan belajar. Sebaliknya, ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
Dari Anas, Rasulullah bersabda:يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا، بَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا“Permudah dan jangan kalian persulit. Gembirakan, dan jangan kalian membuat (mereka) lari.” (HR. Al-Bukhari no. 69)
Wallahu a’lam.
Ditulis oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin
0 komentar