Jika sebuah robot yang mempunyai kemampuan proses logika berpikir yang sangat baik kemudian kita masukkan perintah untuk mengucapkan syahadat dan kemudian kita masukkan perintah untuk melakukan gerakan dan bacaan sholat berdasarkan hadits-hadits yang shohih serta dimasukkan data waktu sholat wajib maka tentu robot tersebut dapat mengucapkan syahadat dan menjalankan sholat lima waktu termasuk bacaannya.
Lalu apa yang tidak ada pada robot yang berakal (berpikir) tersebut dengan manusia yang menjalankan sholat lima waktu ? Robot tersebut dapat mencontoh perbuatan jasmani manusia namun robot tidak mempunyai rohani. Diri manusia terdiri dari jasmani dan rohani.
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian.” (HR Muslim)
Ketika sesorang menjalankan sholat, secara lahir kita dapat melihat adanya gerakan badan (jasmani) namun Allah Azza wa Jalla akan melihat hati (rohani) manusia adakah mereka lalai dalam sholat. Apakah mereka mencapai apa yang dikatakan oleh Rasulullah bahwa “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“.
Mi’raj manusia, naiknya jiwa (rohani) meninggalkan ikatan nafsu yang
terdapat dalam fisik (jasmani) manusia menuju ke hadirat Allah ta’ala.
Dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. bersabda: “Sesungguhnya kalian apabila sholat maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (bertemu) dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerti bagaimana bermunajat (bertemu) dengan Tuhan”
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya sholat itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).“… maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku.” (QS Thaha 20: 14)“waladzikrulaahi akbaru”
“Sholat adalah dzikrullah (mengingat Allah) yang utama” (Al Ankabut [29]: 45)
Jadi dapat kita simpulkan bahwa mi’raj (kendaraan/cara) kaum muslimin untuk sampai ke hadirat Allah Azza wa Jalla adalah dengan dzikrullah dan yang lebih utama adalah dengan sholat.
Dzikrullah (mengingat Allah) adalah yang membawa kita bertemu dengan
Allah Azza wa Jalla sehingga kita dapat memandang Allah Azza wa Jalla
dengan hati .
Rasulullah bersabda, “Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim)
“Seolah-olah melihat Allah” dijelaskan dalam riwayat berikut.
Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina
Ali ra menjawab, “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan
manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat
keimanan …”.
Sayyidina Ali r.a adalah khataman Khulafaur Rasyidin yang menguraikan
secara lengkap tentang Ihsan atau tentang akhlak sebagai dasar
Tasawuf dalam Islam.
Oleh karena fitnah orang Zionis Yahudi, mengakibatkan sebagian umat
muslim tidak memperhatikan tentang Ihsan / tentang Akhlak atau tentang
Tasawuf dalam Islam karena takut dikatakan sebagai kaum Syiah.
Selain fitnah tersebut, akibat pencitraan yang buruk terhadap Tasawuf berakibat makin sedikit saudara muslim kita yang dapat berma’rifat , memandang Allah ta’ala dengan hati.
Begitu juga semakin sedikit saudara-saudara muslim kita yang selalu
yakin bahwa Allah Azza wa Jalla melihat segala sikap dan perbuatan kita.
Kalau kita belum dapat berma’rifat atau memandang Allah Azza wa Jalla
dengan hati atau hakikat keimanan, minimal meyakini bahwa Allah Azza wa
Jalla melihat segala sikap dan perbuatan kita, Kalau kita meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla melihat segala sikap dan perbuatan kita,
Masihkah berani berakhlak buruk ?,
Masihkah berani bersikap buruk ?,
Masihkah berani melakukan perbuatan yang melanggar laranganNya?
Masihkah berani melalaikan kewajibanNya ?
Masihkah berani menghujat , memperolok-olok sesama saudara muslim sendiri ?
Kaum Zionis Yahudi memang telah dianugerahkan kepandaian.
Mereka tahu bahwa muslim yang terbaik (ihsan) adalah muslim yang berakhlakul karimah.
Oleh karenanya mereka berupaya merusak kaum muslim dengan merusak akhlak.
Mereka merusak akhlak kaum muslim melalui,
- Paham Hedonisme yang menuhankan kesenangan
- Paham Liberalism yang menuhankan kebebasan
- Pornografi
- Narkoba dan Miras
- Gaya hidup mewah atau gaya hidup bebas dan lain-lain
Termasuk mereka merusak melalui pengetahuan tentang akhlak atau
tentang Tasawuf dalam Islam dengan cara mencitrakan hal yang buruk
terhadap Tasawuf.
Pencitraan yang buruk terhadap Tasawuf termakan pula oleh para
pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Mereka menyusun kurikulum
pendidikan bekerjasama dengan Amerika yang dibaliknya adalah Zionis
Yahudi.
Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani
menyampaikan dalam makalahnya bahwa dalam kurikulum tauhid kelas tiga
Tsanawiyah (SLTP) cetakan tahun 1424 Hijriyyah di Arab Saudi berisi
klaim dan pernyataan bahwa kelompok Sufiyyah (aliran–aliran tasawuf)
adalah syirik dan keluar dari agama.
Sekarang banyak muslim tidak paham bagaimana muslim yang berakhlak baik atau muslim yang sholeh. Bahkan dapat kita temukan mereka yang meperolok-olok muslim yang sholeh.
Sekali lagi kami sampaikan bahwa muslim yang berakhlak baik (muslim
yang sholeh) adalah muslim yang minimal selalu meyakini bahwa Allah Azza
wa Jalla selalu melihat seluruh sikap dan perbuatan manusia.
Muslim yang terbaik adalah muslim yang dapat memandang Allah Azza wa
Jalla dengan hati atau hakikat keimanan atau muslim yang berma’rifat.
Oleh karenanya agar kita dapat berma’rifat maka kita menjalankan
syariat, tharekat, hakikat dan ma’rifat.
Kalau sudah berma’rifat atau memandang Allah Azza wa Jalla dengan
hati tentulah tidak akan bertanya lagi “di mana Allah” dalam arti tempat
bagi Allah Azza wa Jalla.
Imam al Qusyairi menyampaikan, ” Dia Tinggi Yang Maha Tinggi, Luhur Yang Maha Luhur dari ucapan “bagaimana Dia?” atau “dimana Dia?”. Tidak ada upaya, jerih payah, dan kreasi-kreasi yang mampu menggambari-Nya, atau menolak dengan perbuatan-Nya atau kekurangan dan aib. Karena, tak ada sesuatu yang menyerupai-Nya. Dia Maha Mendengar dan Melihat. Kehidupan apa pun tidak ada yang mengalahkan-Nya. Dia Dzat Yang Maha Tahu dan Kuasa“.
Allah Azza wa Jalla tidak terhalang untuk dilihat, akan tetapi yang terhalang adalah maanusia untuk dapat melihat Allah, logikanya apabila Allah Azza wa Jalla terhalang sesuatu untuk dilihat maka penghalang itu menutupi wujud Allah, apabila wujud Allah terhalang maka keberadaan Allah Azza wa Jalla itu terbatas, dan setiap sesuatu yang terbatas niscaya ada sesuatu yang membatasi atau ada sesuatu yang menguasainya, ada yang menguasai Allah Azza wa Jalla itu mustahil.
Sesungguhnya yang terhalang adalah manusia karena manusia menyandang sifat jasad (jasmani), sehingga terhalang untuk dapat melihat Allah. Apabila kita ingin sampai melihat Allah, maka intropeksi ke dalam, lihatlah dahulu noda dan dosa yang terdapat pada diri kita, serta bangkitlah untuk mengobati dan memperbaikinya, karena itu-lah sebagai penghalang. Setiap dosa merupakan bintik hitam hati, sedangkan setiap kebaikan adalah bintik cahaya pada hati Ketika bintik hitam memenuhi hati sehingga terhalang (terhijab) dari memandang Allah. Inilah yang dinamakan buta mata hati. Mengobatinya dengan bertaubat dari dosa serta memperbaikinya dengan tidak berbuat dosa dan giat melakukan kebaikan.
Langkah-langkah dalam memperbaiki akhlak adalah untuk membersihkan hati (tazkiyatun nafs) yang berarti mengosongkan dari sifat sifat yang tercela (TAKHALLI) kemudian mengisinya dengan sifat sifat yang terpuji (TAHALLI) yang selanjutnya beroleh kenyataan Tuhan (TAJALLI). Para Ulama Sufi menyebutnya Maqom Musyahadah artinya ruang kesakisan. Inilah keadaan bukan sekedar mengucapkan namun sebenar-benarnya menyaksikan bahwai, “tiada Tuhan selain Allah”.
Bagi yang ketika di dunia belum dapat memandang Allah Azza wa Jalla, tidak perlu berkecil hati karena semua itu adalah kehendak Allah semata. Asalkan menjalankan syariat (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) serta selalu berkeyakinan bahwa Allah ta’ala melihat segala sikap dan perbuatan sehingga selalu berbuat amal kebaikan (amal sholeh) maka kelak akan masuk surga tanpa dihisab.
Janji Allah swt dalam firmanNya yang artinya.
“….Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. (QS Al Mu’min [40]:40 )
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. (QS An Nisaa’ [4]:124 )
Kemudian setelah masuk surga tanpa dihisab maka Alllah Azza wa Jalla menambahkan anugerah bisa melihat Allah Azza wa Jalla sebagaimana hadits qudsi yang diriwayatkan Syuhaib ra, bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Ketika penghuni surga telah masuk ke surga. Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, “Jika kalian masih menginginkan sesuatu, Aku akan menambahkannya untuk kalian”. Mereka menjawab,”Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami?” “Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke surga dan menyelamatkan kami dari neraka?” Kemudian Allah membukakan tabir. Maka tidak ada pemberian yang lebih disenangi bagi mereka daripada anugerah bisa melihat Tuhan mereka.” (HR Muslim).
Oleh karenanya mereka yang telah dapat berma’rifat atau mereka yang dapat memandang Allah Azza wa Jalla ketika di dunia , dzikrullah dan sholat mereka adalah kesenangan memandang Allah Azza wa Jalla. sebagaimana yang diriwayatkan Anas Ra. ,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata “kesenanganku dijadikan dalam shalat” (HR Ahmad dan Al Nasa’i).
Bagi mereka yang telah dapat berma’rifat, panggilan adzan adalah panggilan yang menyenangkan karena akan bertemu dengan Allah Azza wa Jalla.
0 komentar