Kini, betapa jarang disadari arti penting penghormatan dan pemuliaan kepada seseorang yang lebih tua. Baik antara seorang adik dengan kakak, antar kerabat, atau pun dalam lingkup yang lebih luas lagi. Terlebih ketika berbagai media turut “mengasuh” anak-anak sehingga terbentuklah sikap-sikap penentangan dan bahkan “kekurangajaran” kepada orang-orang yang semestinya mereka hargai dan muliakan. Padahal, tak jarang perselisihan dan pertikaian terjadi sebagai akibat dari ketersinggungan yang berawal dari peremehan hak-hak seorang yang semestinya dihormati dan dimuliakan.
Tentunya tak ada orang tua yang membiarkan atau bahkan menginginkan anak-anak mereka salah asuhan. Oleh karena itulah, semestinya orang tua mengingat sabda Rasulullah :
“Barangsiapa yang tidak menyayangi yang kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang-orang yang besar di kalangan kami, maka dia bukan termasuk golongan kami.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad no. 271)
Selayaknya semenjak dini orang tua mengajarkan adab terhadap orang yang berusia lebih tua kepada anak-anak mereka, baik itu saudara mereka ataupun yang lainnya, serta mengenalkan hak-hak yang harus mereka tunaikan. Kalau saja setiap orang tua mau menengok kembali pengajaran Rasulullah terhadap para sahabat dalam hal ini, tentu mereka akan mendapatinya.
Bahkan demikian pulalah yang ditampakkan dalam mimpi Rasulullah sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin ‘Umar:
“Pada suatu malam aku bermimpi sedang bersiwak dengan kayu siwak. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh dua orang, salah satu dari mereka lebih tua daripada yang lainnya. Aku menyodorkan siwak kepada yang lebih muda. Maka dikatakan kepadaku, ‘Dahulukan yang lebih tua’, lalu aku pun menyerahkannya pada yang lebih tua.” (HR Muslim no. 3003)Kisah mimpi Rasulullah ini menunjukkan didahulukannya seseorang yang paling tua dalam pemberian sesuatu sebelum yang lainnya. (Syarh Riyadhush Shalihin 2/168)
Ini pun hendaknya diperhatikan dengan baik oleh orang tua, serta ditanamkan dalam diri anak-anak.
Banyak jalan yang dapat ditempuh oleh orang tua. Misalnya mengajarkan mereka untuk memberikan salam terlebih dahulu kepada orang lain yang lebih tua. Inilah pula yang diajarkan oleh Rasulullah sebagaimana disampaikan oleh Abu Hurairah :
“Hendaknya orang yang lebih muda memberikan salam pada yang lebih tua, yang sedang berjalan kepada yang sedang duduk, yang sedikit kepada yang banyak.” (HR. Al-Bukhari no. 6231)
Selain itu, apabila anak-anak hendak berbicara, orang tua memberikan arahan agar yang lebih muda tidak mendahului berbicara sebelum saudaranya yang lebih tua. Demikian yang dilakukan oleh Rasulullah ketika datang tiga orang sahabat, Abdurrahman bin Sahl, Huwayyishah bin Mas’ud dan Muhayyishah bin Mas’ud gdi hadapan beliau untuk mengadukan sesuatu perkara. Ketika yang paling muda di antara mereka bertiga, Abdurrahman bin Sahl , membuka pembicaraan, Rasulullah pun mengingatkan:
“Yang besar, yang besar!”Abdurrahman pun diam. Lalu kedua bersaudara Huwayyishah dan Muhayyishah pun mulai bicara, baru kemudian Abdurrahman bin Sahl berbicara bersama mereka. (HR. Al-Bukhari no. 3173 dan Muslim no.1669)
Yang beliau maksudkan dalam ucapan beliau, hendaknya yang berbicara adalah yang paling tua usianya di antara mereka.
Begitu pula yang dijumpai dari para sahabat. Banyak di antara kisah mereka yang menunjukkan kerendahan hati mereka di hadapan sahabat lain yang lebih tua. Mereka menahan diri untuk bicara manakala mereka melihat orang-orang yang lebih tua ada di hadapannya, sebagai penghormatan dan pemuliaan. Inilah Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab ketika mengisahkan tentang dirinya:
Suatu hari, Rasulullah berkata kepada para sahabat beliau, “Sebutkan suatu pohon yang sifatnya seperti sifat seorang mukmin.” Maka orang-orang pun menyebutkan pepohonan di lembah. Ibnu ‘Umar berkata: Terlintas di benakku bahwa itu pohon kurma, maka aku pun ingin menjawabnya. Namun ternyata orang-orang yang ada di situ adalah orang-orang yang tua sehingga aku segan untuk berbicara. Ketika orang-orang terdiam, Rasulullah berkata, “Itu pohon kurma.” (HR. Al-Bukhari no. 4698 dan Muslim no. 2811)
Sahabat lain, Samurah bin Jundab juga bersikap yang sama ketika berhadapan dengan sahabat yang lebih tua. Beliau menuturkan:
"Dulu aku masih kecil pada masa Rasulullah, dan aku banyak menghafal dari beliau. Tidak ada yang mencegah diriku untuk berbicara, kecuali karena di sana ada orang-orang yang lebih tua usianya daripadaku.” (HR. Muslim no. 964)
Sungguh, betapa jauh keadaan anak-anak kita sekarang bila dibandingkan para sahabat pada masa anak-anak mereka. Betapa jarang kita dapati kini anak-anak yang mengerti keagungan kedudukan orang yang lebih tua, sehingga membuat mereka segan untuk mendahului bicara.
Sisi lain yang harus diajarkan kepada anak-anak, apabila mereka berada bersama orang-orang yang jauh lebih tua usianya, selayaknya sang anak memberikan penghormatan dan pemuliaan yang jauh lebih besar. Di samping itu juga memberikan pelayanan yang baik kepada mereka semampunya. Inilah adab yang dicontohkan oleh para pendahulu kita yang shalih.
Satu contoh dapat disaksikan dari diri Anas bin Malik ketika menceritakan:
Aku tinggal di suatu kampung di antara paman-pamanku. Aku biasa menghidangkan minuman fadhikh milik mereka, sementara aku yang termuda di antara mereka. Kemudian datanglah seseorang mengabarkan, “Khamr telah diharamkan.” Mereka pun berkata, “Tumpahkan, ya Anas!” Maka aku tumpahkan minuman itu. (HR. Muslim)
Dari kisah Anas ini didapatkan gambaran, disukainya seseorang yang lebih muda melayani orang yang lebih tua. Hal ini apabila keutamaan mereka setara atau hampir sama. (Syarh Shahih Muslim, 13/150-151)
Begitu banyak kalau hendak dikupas dan disebut secara rinci sisi-sisi pemuliaan seorang anak kepada siapa pun yang lebih tua daripadanya. Namun cuplikan-cuplikan tentang hal ini dari Rasulullah serta para sahabat memberikan gambaran, langkah apa kiranya yang harus ditempuh oleh orang tua untuk mendidik buah hati mereka. Semogalah terbuka pandangan tentang pentingnya penanaman hal ini kepada anak-anak kita.
Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Dituls oleh: Al-Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran
0 komentar