Ketika masih hidup, di hadapan orang tua dan perangkat desa, nenek
memberi (hibah?) sawah dan kebun langsung kepada cucunya. Apakah ia
masih berhak menerima warisan orang tuanya?
Orang tua dan hampir seluruh anaknya beragama Islam sehingga
pembagian harta waris menggunakan hukum Islam. Sedangkan seorang anaknya
yang non-Islam diberi hak sebagai hadiah. Benarkah? Terima kasih.
HM Soemopranoto Bogor
Menurut ilmu faraidh (kewarisan Islam) cucu tersebut masih berhak
mendapatkan hak waris dari orang tuanya. Sedangkan menurut hukum hibah
maka pertanyaan kami, apakah nenek telah memberikan hibah kepada anak
kandungnya sendiri? Dan atas dasar apa ia membagi-nya? Dalam hibah harus
adil, di mana hibah sesuai dengan kebutuhan, dan hibah dari orang tua
harus merata ke semua anak-anaknya.
Mengenai anak non-Muslim, maka ia tidak mendapatkan hak waris dari
orang tua yang Muslim.
Sabda Rasulullah SAW, "Orang Muslim tidak mewariskan orang kafir dan orang kafir tidak mewariskan orang Muslim." (HR Bukhari. 6267).
Namun, anak non-Muslim boleh mendapat hadiah dengan disertai targhib (harapan) supaya anak non-Muslim itu dapat kembali lagi kepada Islam.
Jika rapat itu menggunakan standar kewarisan Islam, maka kewajiban seorang Muslim adalah menerima dan taat atas putusan Allah SWT. Jika ragu atau salah, maka segera konsultasikan kepada lembaga waris yang kredibel. Lalu, kepada ahli waris yang memperoleh kelebihan bagian, maka ia wajib membayarkan kepada ahli waris yang bagiannya kurang dan sebaiknya ahli waris yang terzalimi bagiannya, tidak boleh bungkam. Berikan pemahaman kepada saudaranya. Kita takut akan ancaman yang disabdakan oleh
Rasulullah SAW, "Setiap daging yang tumbuh dari yang
haram (di antaranya rekayasa pembagian hak waris) maka neraka lebih
layak baginya." (HR Ahmad-Musnad).
(Bataviase.co.id)
0 komentar