Pertanyaan ini mungkin jarang sekali kita dengar. Bahkan, bagi banyak
orang akan terasa aneh dan terkesan tidak penting. Padahal, mengenal
Allah dengan benar (baca: ma’rifatullah) merupakan sumber ketentraman
hidup di dunia maupun di akherat. Orang yang tidak mengenal Allah,
niscaya tidak akan mengenal kemaslahatan dirinya, melanggar hak-hak
orang lain, menzalimi dirinya sendiri, dan menebarkan kerusakan di atas
muka bumi tanpa sedikitpun mengenal rasa malu.
Berikut ini, sebagian ciri-ciri atau indikasi dari al-Qur’an dan
as-Sunnah serta keterangan para ulama salaf yang dapat kita jadikan
sebagai pedoman dalam menjawab pertanyaan di atas:
Pertama; Orang Yang Mengenal Allah Merasa Takut Kepada-Nya
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu saja.” (QS. Fathir: 28)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Ibnu Mas’ud pernah mengatakan, ‘Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai bukti keilmuan.’ Kurangnya rasa takut kepada Allah itu muncul akibat kurangnya pengenalan/ma’rifah yang dimiliki seorang hamba kepada-Nya.
Oleh sebab itu, orang yang paling mengenal Allah ialah yang paling
takut kepada Allah di antara mereka. Barangsiapa yang mengenal Allah,
niscaya akan menebal rasa malu kepada-Nya, semakin dalam rasa takut
kepada-Nya, dan semakin kuat cinta kepada-Nya. Semakin pengenalan itu
bertambah, maka semakin bertambah pula rasa malu, takut dan cinta
tersebut….” (Thariq al-Hijratain, dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/97])
Kedua; Orang Yang Mengenal Allah Mencurigai Dirinya Sendiri
Ibnu Abi Mulaikah -salah seorang tabi’in- berkata, “Aku telah
bertemu dengan tiga puluhan orang Shahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka semua merasa sangat takut
kalau-kalau dirinya tertimpa kemunafikan.” (HR. Bukhari secara mu’allaq).
Suatu ketika, ada seseorang yang berkata kepada asy-Sya’bi, “Wahai sang alim/ahli ilmu.” Maka beliau menjawab, “Kami ini bukan ulama. Sebenarnya orang yang alim itu adalah orang yang senantiasa merasa takut kepada Allah.” (dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/98])
Ketiga; Orang Yang Mengenal Allah Mengawasi Gerak-Gerik Hatinya
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “..Begitu
pula hati yang telah disibukkan dengan kecintaan kepada selain Allah,
keinginan terhadapnya, rindu dan merasa tentram dengannya, maka tidak
akan mungkin baginya untuk disibukkan dengan kecintaan kepada Allah,
keinginan, rasa cinta dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya kecuali
dengan mengosongkan hati tersebut dari ketergantungan terhadap
selain-Nya. Lisan juga tidak akan mungkin digerakkan untuk
mengingat-Nya dan anggota badan pun tidak akan bisa tunduk berkhidmat
kepada-Nya kecuali apabila ia dibersihkan dari mengingat dan berkhidmat
kepada selain-Nya. Apabila hati telah terpenuhi dengan kesibukan
dengan makhluk atau ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat maka tidak akan
tersisa lagi padanya ruang untuk menyibukkan diri dengan Allah serta
mengenal nama-nama, sifat-sifat dan hukum-hukum-Nya…” (al-Fawa’id, hal. 31-32)
Keempat; Orang Yang Mengenal Allah Selalu Mengingat Akherat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa
yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan Kami
sempurnakan baginya balasan amalnya di sana dan mereka tak sedikitpun
dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa di
akherat kecuali neraka dan lenyaplah apa yang mereka perbuat serta
sia-sia apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah
dalam melakukan amal-amal, sebelum datangnya fitnah-fitnah (ujian
dan malapetaka) bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita,
sehingga membuat seorang yang di pagi hari beriman namun di sore
harinya menjadi kafir, atau sore harinya beriman namun di pagi harinya
menjadi kafir, dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan
duniawi semata.” (HR. Muslim)
Kelima; Orang Yang Mengenal Allah Tidak Tertipu Oleh Harta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah
kekayaan itu dengan banyaknya perbendaharaan dunia. Akan tetapi
kekayaan yang sebenarnya adalah rasa cukup di dalam hati.” (HR. Bukhari).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya
anak Adam itu memiliki dua lembah emas niscaya dia akan mencari yang
ketiga. Dan tidak akan mengenyangkan rongga/perut anak Adam selain
tanah. Dan Allah akan menerima taubat siapa pun yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari)
Keenam; Orang Yang Mengenal Allah Akan Merasakan Manisnya Iman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman…” Di antaranya, “Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan bisa merasakan lezatnya iman orang-orang yang ridha kepada
Rabbnya, ridha Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Ketujuh; Orang Yang Mengenal Allah Tulus Beribadah Kepada-Nya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu dinilai berdasarkan niatnya. Dan setiap orang hanya akan meraih balasan sebatas apa yang dia niatkan.
Maka barangsiapa yang hijrahnya [tulus] karena Allah dan Rasul-Nya
niscaya hijrahnya itu akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya.
Barangsiapa yang hijrahnya karena [perkara] dunia yang ingin dia gapai
atau perempuan yang ingin dia nikahi, itu artinya hijrahnya akan
dibalas sebatas apa yang dia inginkan saja.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, tidak juga harta kalian. Akan tetapi yang dipandang adalah hati dan amal kalian.” (HR. Muslim).
Ibnu Mubarak rahimahullah mengingatkan, “Betapa banyak amalan kecil yang menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ al-’Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab).
Demikianlah, sebagian ciri-ciri orang yang benar-benar mengenal
Allah. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk termasuk dalam
golongan mereka.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
(muslim.or.id)
0 komentar