Sebagai seorang ilmuwan besar, Al-Biruni banyak menuliskan
penemuan-penemuannya. Ia telah menulis lebih dari 200 buku tentang hasil
pengamatan dan eksperimennya.
Allah Maha Mengetahui, dan tidak menyukai ketidaktahuan Abad
Al-Biruni. Begitulah para sejarawan dunia menamakan masa keemasan ilmu
pengetahuan pada abad pertengahan Masehi.
Ini menurut catatan sejarah, ia pernah akan diberi penghargaan berupa
ribuan mata uang perak yang dibawa tiga ekor unta oleh Sultan yang
berkuasa saat itu, akan tetapi ia menolak. Menurutnya, ia mengabdi
kepada ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan demi
uang.
Melalui jawabannya tersebut, secara tidak langsung ia mengatakan
bahwa ilmu tidak dapat diukur dengan uang. Ia antusias mencari ilmu
sebanyak-banyaknya hanya karena Allah.
Ia sadar, Dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap alam semesta,
Al-Biruni memiliki metode yang khas. Menurutnya, ilmuwan adalah orang
yang menggunakan setiap sumber yang ada dalam bentuk aslinya, kemudian
melakukan pekerjaan dengan penelitian melalui pengamatan langsung dan
percobaan. Metode ini kemudian banyak dijadikan pegangan oleh para
ilmuwan selanjutnya.
Ia lahir pada September 973 M di Khawarizm, Turkmenistan. Ia
dibesarkan dalam keluarga yang mencintai ilmu pengetahuan dan juga taat
beragama. Sayangnya masa kecil Al-Biruni tidak banyak diketahui sejarah
seperti tokoh Islam lainnya. Yang jelas, pria yang bernama lengkap Abu
Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni ini sangat gemar belajar sejak
kecil.
Beberapa tokoh ulama yang pernah menjadi gurunya sewaktu kecil adalah
Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraqi, Syekh Abdusshamad bin Abdusshamad,
dan Abu Al-Wafa Al-Buzayani. Berbagai ilmu yang diajarkan kepadanya,
adalah ilmu pasti, Astronomi dan ilmu Kedokteran. Tak mengherankan bila
ia dikenal sebagai ahli di berbagai bidang sejak masa belia.
Dengan bermodalkan penguasaannya terhadap Bahasa Arab, Yunani dan
Sansekerta, Biruni mampu menyerap berbagai ilmu pengetahuan langsung
dari sumber aslinya. Hasilnya berbagai karya di bidang Matematika,
fisika, Astronomi, Kedokteran, Metafisika, Sastra, ilmu Bumi, dan
sejarah pun menambah khasanah ilmu pengetahuan. Bahkan ia juga berhasil
menemukan fenomena rotasi bumi dan bumi mengelilingi matahari setiap
harinya.
Dengan tekad mendedikasikan dirinya pada ilmu pengetahuan, Al-Biruni
melakukan penelitian terhadap semua jenis ilmu yang ada. Karenanya,
banyak ahli sejarah yang menganggap ia sebagai ilmuwan terbesar
sepanjang masa. Selain itu, setiap terjun kemasyarakat dan melakukan
penelitian, Al-Biruni sangat mudah menyatu dengan lingkungan. Ia pun
dikenal sebagai sosok yang penuh toleransi.
Dalam mencari ilmu, ia tidak hanya puas berada di satu wilayah. Ia
banyak melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Asia Tengah dan Persia
bagian utara. Bahkan selama dalam perjalanannya melanglang buana itu,
Al-Birun pernah berada dalam satu himpunan sarjana muslim lainnya
seperti Ibnu Sina di Kurkang, Khawarizm. Setelah berpisah Al-Biruni dan
Ibnu Sina tetap menjalin hubungan. Mereka terus mengadakan diskusi atau
bertukar pikiran mengenai berbagai gejala alam.
Selama perjalanan hidupnya sampai dengan tahun 1048, Al-Biruni banyak
menghasilkan karya tulis, tetapi hanya sekitar 200 buku yang dapat
diketahui. Diantaranya adalah Tarikh Al-Hindi (sejarah India) sebagai
karya pertama dan terbaik yang pernah ditulis sarjana muslim tentang
India. Kemudian buku Tafhim li awal Al-Sina’atu Al-Tanjim, yang mengupas
tentang ilmu Geometri, Aritmatika dan Astrologi. Sedangkan khusus
Astronomi Al-Biruni menulis buku Al-Qanon al-Mas’udi fi al-Hai’ah wa
al-Nujum (teori tentang perbintangan).
Disamping itu, ia juga menulis tentang pengetahuan umum lainnya
seperti buku Al-Jamahir fi Ma’rifati al-Juwahir (ilmu pertambangan),
As-Syadala fi al-Thib (farmasi dalam ilmu Kedokteran), Al-Maqallid Ilm
Al-Hai’ah (tentang perbintangan) serta kitab Al-Kusuf wa Al-Hunud (kitab
tentang pandangan orang India mengeanai peristiwa gerhana bulan).
Itu hanya sebagian kecil dari buku-buku karya Al-Biruni yang beredar.
Selain itu masih banyak buku lainnya yang dapat dijadikan rujukan.
Namun sangat disayangkan, tidak seperti Ibnu Sina, yang pemikirannya
telah merambah Eropa. Karya-karya besar Al-Biruni tidak begitu
berpengaruh di wilayah barat, karena buku-bukunya baru di terjemahkan ke
bahasa-bahasa barat baru pada abad ke 20.
Tur ke India
Dari satu tempat ke tempat yang lain, begitulah perjalanan Al-Biruni.
Setelah beberapa lama Al-Biruni menetap di Jurjan, ia memutuskan
kembali ke kampung halamannya, namun setibanya di sana, ia melihat
tempat kelahirannya sedang mengalami konflik antar Etnis.
Keadaan itu dimanfaatkan oleh Sultan Mahmud Al-Ghezna untuk melakukan
invasi dan menaklukkan Jurjan. Keberhasilan penaklukan ini membawa
langkah Al-Biruni, yang memang bekerja untuk Istana, ke India, bersama
Sultan. Di India ia banyak melakukan penelitian pada berbagai bidang
ilmu. Lagi-lagi ia menghasilkan karya baru, baik itu artikel ilmiah
maupun buku.
Sang Sultan pun berhasil membuka kawasan India timur, hal ini
dimanfaatkan Al-Biruni untuk menjadikan tempat tersebut sebagai basis
baru dakwahnya. Selain itu ia juga memanfaatkan waktu untuk memperlajari
adat-istiadat dan perlikau masyarakat setempat. Ia juga memperkenalkan
permainan catur ala India ke negeri-negeri Islam.
Ketertarikan Al-Biruni kepada India, terlihat dari hasil karyanya
Tahqiq Al-Hindi, yang memberikan penjelasan tentang problem-problem
Trigonometri lanjutan. Kemudian Sankhya, yang mengupas asal-usul dan
kualitas benda-benda yang memiliki eksistensi. Serta buku yang berjudul
Patanial (Yoga Sutra), yang berhubungan dengan kebebasan jiwa. Keduanya
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada kedua buku India ini, Al-Biruni
memuat secara autentik sejarah akurat invasi Sultan Mahmoud ke India.
Sebagai seorang ilmuwan muslim, segala sesuatu yang dipelajarinya
selalu dikaitkan dengan Al-Qur’an. Ia melandaskan semua kegiatannya
kepada Islam serta meletakkan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk
menyingkap rahasia alam. Semua hasil karyanya bermuara kepada Allah SWT.
Dalam bukunya, Al-Biruni mengatakan,“Penglihatan menghubungkan apa yang kita lihat dengan tanda-tanda kekuasaan Allah dalam ciptaan-Nya. Dari penciptaan alam tersebut kita dapat menyimpulkan ke Esaan dan ke Agungan Allah.”
Itulah yang menjadi prinsip Al-Biruni selama melakukan penelitian dan
percobaan. Ia sama sekali tidak melepaskan ilmu pengetahuan dari agama.
Itu pula sebabnya, ia lebih hebat dibandingkan ilmuwan lainnya pada
saat itu. Penguasaannya terhadap berbagai ilmu pengetahuan telah
menyebabkan ia dijuluki Ustadz fil Ulum “Guru segala Ilmu.”
Kesuksesannya pada bidang Sains dan ilmu pengetahuan juga membuat
banyak orang kagum, termasuk kalangan ilmuwan barat, salah satunya Max
Mayerhoff, “Dia adalah seorang yang paling menonjol di seluruh Planet
Bima sakti dan para ahli terpelajar sejagat, yang memacu zaman keemasan
ilmu pengetahuan Islam.”
Pendapat ini di setujui oleh Sir JN. Sircar seorang sejarawan asal
India. Al-Biruni dengan segala kelebihan yang dimilikinya, telah berjasa
memberikan pemikirannya untuk kita ketahui dan kita pelajari.
Buku-bukunya banyak diterbitkan di Eropa dan tersimpan dengan baik di
Musium Escorial, Spanyol.
Al-Biruni wafat dalam usia 75 tahun. Tempat kelahirannya menjadi
pilihan untuk menghabiskan sisa hidup dan menghapuskan nafas
terakhirnya.
Allah telah memberikan sebuah hidup yang sangat berarti bagi
Al-Biruni. Ia adalah orang yang benar-benar menggunakan akal dan
pikirannya yang di anugrahkan Allah, untuk melihat tanda-tanda
kebesaran-Nya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
siang dan malam, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu)
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring. Dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi seraya
berkata: Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka.” (Ali Imran:
190-191).
(ar/sf) www.suaramedia.com
0 komentar