Dalam bahasa Arab ada empat kata yang berhubungan dengan kebahagiaan,
yaitu sa`adah (bahagia), falah (beruntung) dan najat (selamat) dan
najah (berhasil). Jika saadah (bahagia) mengandung nuansa anugerah
Allah setelah terlebih dahulu mengarungi kesulitan, maka falah
mengandung arti menemukan apa yang dicari (idrak al bughyah). Falah ada
dua macam, dunyawi dan ukhrawi.
Falah duniawi adalah memperoleh
kebahagiaan yang membuat hidup di dunia terasa nikmat, yakni menemukan :
(a) keabadian (terbatas); umur panjang, sehat terus, kebutuhan tercukupi terus dsb,
(b) kekayaan; segala yang dimiliki jauh melebihi dari yang dibutuhkan, dan
(c) kehormatan sosial.
Sedangkan falah ukhrawi terdiri dari empat macam, yaitu
(a) keabadian
tanpa batas,
(b) kekayaan tanpa ada lagi yang dibutuhkan,
(c)
kehormatan tanpa ada unsur kehinaan dan
(d) pengetahuan hingga tiada
lagi yang tidak diketahui.
Sedangkan najat merupakan kebahagiaan yang
dirasakan karena merasa terbebas dari ancaman yang menakutkan, misalnya
ketika ternyata seluruh keluarganya selamat dari gelombang tsunami.
Adapun najah adalah perasaan bahagia karena yang diidam-idamkan
ternyata terkabul, padahal ia sudah merasa pesimis, misalnya keluarga
miskin yang sepuluh anaknya berhasil menjadi sarjana semua.
Kesenangan berdimensi horizontal, sedangkan kebahagiaan berdimensi
horizontal dan vertikal. Orang masih bisa menguraikan anatomi
kesenangan yang diperolehnya, tetapi ia akan susah mengungkap rincian
kebahagiaan yang dirasakannya. Air mata bahagia merupakan wujud
ketidakmampuan kata-kata. Prof. Fuad Hasan dalam bukunya Pengalaman Naik
Haji mengaku tidak bisa menerangkan kenapa beliau menangis di depan
Ka`bah, karena kebahagiaan yang beliau alami berdimensi vertikal,
bernuansa anugerah, bukan prestasi. Banyak mempelai menitikkan air mata
ketika akad nikah, demikian juga kedua orang tuanya, dan mereka tidak
bisa menerangkan anatomi perasaan bahagianya.
Kebahagiaan berkaitan dengan tingkat kesulitan yang dialami.
Kebahagiaan sesungguhynya dalam kehidupan keluarga bukan ketika akad
nikah, bukan pula ketika bulan madu, tetapi ketika pasangan itu telah
membuktikan mampu mengarungi samudera kehidupan hingga ke pantai
tujuan, dan di pantai tujuan ia mendapati anak cucu yang sukses dan
terhormat. Sungguh orang sangat menderita ketika di ujung umurnya
menyaksikan anak-anak dan cucu-cucunya nya sengsara dan hidup susah,
meski perjalanan bahtera rumah tangganya penuh dengan sukses story.
Kebahagiaan biasanya datang setelah orang sukses mengatasi kesulitan
yang panjang, tetapi tidak semua kesulitan mengantar pada kebahagiaan
yang sebenarnya.
Menurut hadis Nabi ada empat pilar kebahagiaan dalam hidup berumah
tangga
(1) isteri/suami yang setia
(2) anak-anak yang berbakti
(3)
lingkungan sosial yang sehat dan
(4) rizkinya dekat.
Kesetiaan membuat
hati tenang dan bangga, anak-anak yang berbakti menjadikannya sebagai
buah hati, lingkungan sosial yang sehat menghilangkan rasa khawatir dan
rizki yang dekat merangsang optimisme, idealisme dan kegigihan.
Wassalam,
By: M. Agus Syafii
0 komentar