Pada hakikatnya kaum muslim setiap hari bertawassul dengan orang-orang sholeh yang telah wafat Para Sahabat ketika duduk dalam shalat (tahiyyat), bertawassul dengan
menyebut nama-nama orang-orang sholeh yang telah wafat maupun dengan
para malaikat namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengajarkan
untuk menyingkatnya menjadi “Assalaamu’alaina wa’alaa ‘ibaadillaahish
shoolihiin”, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba Allah yang
sholeh baik di langit maupun di bumi“.
Hamba Allah yang sholeh di langit maknanya penduduk langit, para
malaikat dan kaum muslim yang telah meraih maqom disisi-Nya yang telah
wafat, termasuk para Nabi yang dijumpai oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam pada peristiwa mi’raj , dan hamba sholeh di bumi adalah
hamba Allah yang sholeh yang masih hidup.
Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Al A’masy dia berkata; telah menceritakan kepadaku Syaqiq dari Abdullah dia berkata; Ketika kami membaca shalawat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kami mengucapkan: ASSALAAMU ‘ALALLAHI QABLA ‘IBAADIHI, ASSALAAMU ‘ALAA JIBRIIL, ASSSALAAMU ‘ALAA MIKAA`IIL, ASSALAAMU ‘ALAA FULAAN WA FULAAN (Semoga keselamatan terlimpahkan kepada Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Jibril, Mika’il, kepada fulan dan fulan). Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selesai melaksanakan shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Sesungguhnya Allah adalah As salam, apabila salah seorang dari kalian duduk dalam shalat (tahiyyat), hendaknya mengucapkan; AT-TAHIYYATUT LILLAHI WASH-SHALAWAATU WATH-THAYYIBAATU, ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH, ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALA ‘IBAADILLAAHISH SHAALIHIIN, (penghormatan, rahmat dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan tetap ada pada engkau wahai Nabi. Keselamatan juga semoga ada pada hamba-hamba Allah yang shalih). Sesungguhnya jika ia mengucapkannya, maka hal itu sudah mencakup seluruh hamba-hamba yang shalih baik di langit maupun di bumi, lalu melanjutkan; ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa tiada Dzat yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Setelah itu ia boleh memilih do’a yang ia kehendaki. (HR Bukhari 5762)
Pada peristiwa mi’raj , Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dipertemukan dengan para Nabi terdahulu yang telah menjadi penduduk langit.
Rasulullah bersabda “Maka Allah pun mengangkatnya untukku agar aku dapat melihatnya. Dan tidaklah mereka menanyakan kepadaku melainkan aku pasti akan menjawabnya. Aku telah melihat diriku bersama sekumpulan para Nabi. Dan tiba-tiba aku diperlihatkan Nabi Musa yang sedang berdiri melaksanakan shalat, ternyata dia adalah seorang lelaki yang kekar dan berambut keriting, seakan-akan orang bani Syanuah. Aku juga diperlihatkan Isa bin Maryam yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat. Urwah bin Mas’ud Ats Tsaqafi adalah manusia yang paling mirip dengannya. Telah diperlihatkan pula kepadaku Nabi Ibrahim yang juga sedang berdiri melaksanakan shalat, orang yang paling mirip denganya adalah sahabat kalian ini; yakni diri beliau sendiri. Ketika waktu shalat telah masuk, akupun mengimami mereka semua. Dan seusai melaksanakan shalat, ada seseorang berkata, ‘Wahai Muhammad, ini adalah malaikat penjaga api neraka, berilah salam kepadanya! ‘ Maka akupun menoleh kepadanya, namun ia segera mendahuluiku memberi salam (HR Muslim 251)
Penduduk langit mereka hidup sebagaimana para syuhada, sebagaimana Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada), (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS Al Baqarah [2]: 154 )
”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah (syuhada) itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (QS Ali Imran [3]: 169)
Mereka salah pula memahami firman Allah ta’ala yang artinya [
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati
mendengar.”] (QS an-Naml [27] : 80 )
[“Dan kamu sekali-kali tidak sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.”] (QS: faathir [35] : 22 )
Makna sebenarnya dari firman-Nya tersebut bahwa Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat memberi petunjuk kepada
orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
Kata “mendengar” di ayat tersebut adalah makna majaz yang artinya “menerima ajakan”.
Allah menjadikan orang-orang kafir seperti orang mati yang tak bisa mengikuti bila ada yang mengajaknya.
Orang yang mati, walaupun bisa mengerti dan memahami maknanya, namun
tetap tak bisa menjawab ucapan dan melaksanakan apa yang diperintahkan
serta menjauhi apa yang dilarang.
Seperti orang kafir yang dijelaskan dalam firman-Nya yang artinya
“kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah
Allah menjadikan mereka dapat mendengar. dan Jikalau Allah menjadikan
mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang
mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Q.S Al
Anfaal [8] :23)
“Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang
yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli
dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang* (Q.S
Ar Ruum: [30]: 52)
Orang-orang kafir itu disamakan Tuhan dengan orang-orang mati yang
tidak mungkin lagi mendengarkan pelajaran-pelajaran. begitu juga
disamakan orang-orang kafir itu dengan orang-orang tuli yang tidak bisa
mendengar panggilan sama sekali apabila mereka sedang membelakangi kita.
Oleh karenanya jangan sampai pendengaran kita seperti pendengaran
orang yang telah mati atau orang kafir yaitu mendengar dan memahami
makna dari ajakan orang untuk berbuat kebaikan, namun tidak dapat
menjawab atau melaksanakan perintah dan laranganNya.
Jika kita mengabaikan orang-orang yang mengajak kita kepada kebaikan maka berwaspadalah, bisa jadi pendengaran kita telah mati.
Bagaimanakah sebenarnya apakah orang yang sudah mati (masuk alam kubur) dapat mendengar ?
“Ketika selesai Perang Badr, Nabi saw. menyuruh supaya melemparkan dua puluh empat tokoh Quraisy dalam satu sumur di Badr yang sudah rusak. Dan biasanya Nabi saw. jika menang pada suatu kaum maka tinggal di lapangan selama tiga hari, dan pada hari ketiga seusai Perang Badr itu, Nabi saw. menyuruh mempersiapkan kendaraannya, dan ketika sudah selesai beliau berjalan dan diikuti oleh sahabatnya, yang mengira Nabi akan berhajat. Tiba-tiba beliau berdiri di tepi sumur lalu memanggil nama-nama tokoh-tokoh Quraisy itu: Ya Fulan bin Fulan, ya Fulan bin Fulan, apakah kalian suka sekiranya kalian taat kepada Allah dan Rasulullah, sebab kami telah merasakan apa yang dijanjikan Tuhan kami itu benar, apakah kalian juga merasakan apa yang dijanjikan Tuhanmu itu benar? Maka Nabi ditegur oleh Umar: Ya Rasulallah, mengapakah engkau bicara dengan jasad yang tidak bernyawa? Jawab Nabi: Demi Allah yang jiwaku di TanganNya, kalian tidak lebih mendengar terhadap suaraku ini dari mereka.” (Bukhari dan Muslim)
Penduduk langit atau penghuni makhluk cerdas alam lain, yang
diistilahkan dalam Alquran man fi al-sama’, juga bisa menyaksikan
hamba-hamba kekasih Tuhan di bumi sebagaimana dinyatakan Rasulullah,
“Sesungguhnya para penghuni langit mengenal penghuni bumi yang selalu
mengingat dan berzikir kepada Allah bagaikan bintang yang bersinar di
langit.”
Dalam Al Qur’an dinyatakan dalam ayat, [“Untuk mereka kabar gembira
waktu mereka hidup di dunia dan di akhirat.”] (QS Yunus [10]:64).
Para ulama tafsir mengomentari ayat ini sesuai dengan pengalaman
sahabat Nabi Muhammad, Abu Darda’, yang menanyakan apa maksud ayat ini.
Rasulullah menjelaskan, “Yang dimaksud ayat ini ialah mimpi baik yang
dilihat atau diperlihatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya.” Dalam
ayat lain lebih jelas lagi Allah berfirman, [“Allah memegang jiwa (orang)
ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya.”] (QS al-Zumar [39]:42).
Ibnu Zaid berkata, “Mati adalah wafat dan tidur juga adalah wafat”.
Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadist kematian dari syeikhnya
mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian
merupakan perpindahan dari satu keadaan (alam) kepada keadaan (alam)
lain.”
Abdullah Ibnu Abbas r.a. pernah berkata, “ruh orang tidur dan ruh
orang mati bisa bertemu diwaktu tidur dan saling berkenalan sesuai
kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang menggenggam ruh manusia pada dua keadaan, pada keadaan tidur
dan pada keadaan matinya.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oelh Al Hafidh Isma’il al Qaadli pada Juz’u al Shalaati ‘ala al Nabiyi Shallalahu alaihi wasallam. Al Haitsami menyebutkannya dalam Majma’u al Zawaaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih)Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)“Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).
Oleh : Mutiarazuhud
0 komentar