Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam,
keluarga, para shahabat dan pengikut setia mereka sampai hari kiamat;
Amma ba’du,
PANDANGAN ISLAM TENTANG SEKSUAL
Seks naluri manusia.
Manusia diciptakan Allah Ta’ala sebagai makhluk yang sempurna,
dianugerahkan kepadanya instink untuk mempertahankan keturunan sebagai
konsekwensi kesempurnaannya itu. Ini berarti manusia harus
memperkembangkan keturunan dengan alat yang telah diberikan Allah Ta’ala
kepadanya. Diantara perlengkapan itu ialah alat kelamin dan nafsu
sahwat untuk saling bercinta. Dari percintaan inilah akan timbul nafsu
seks sebagai naluri manusia sejak lahir.
Allah Ta’ala berfirman: ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan (syahwat) kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita…”(QS. Ali Imran: 14)
Ayat tersebut jelas menunjukkan bahwa manusia (laki-laki) sejak lahir
telah dibekali cinta sahwat (nafsu seks) tehadap wanita. Demikian pula
wanita sebagai lawan jenis laki-laki tak ubahnya seperti laki-laki juga.
Dia dibekali oleh Allah Ta’ala nafsu seks untuk melayani kehendak lawan
jenisnya itu. Nafsu seks pada wanita ini digambarkan oleh Allah Ta’ala
dalam Al-Qur’an, dalam kisah wanita (isteri petinggi Mesir) yang jatuh
cinta kepada Nabi Yusuf –Alaihis Salam, (QS. Yusuf : 23).
Maka sekarang menjadi jelas bahwa seks adalah kebutuhan biologis
manusia yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Dan kebutuhan seksuil
manusia harus mendapatkan penyaluran dengan disertai penerangan yang
lengkap tentang seks terutama dari segi agama dan moral.
Apakah pendidikan seks itu?
Pendidikan seks adalah pendidikan yang mempunyai obyek khusus dalam bidang perkelaminan secara menyeluruh.
Adapula yang mengartikan bahwa pendidikan seks adalah penerangan yang
bertujuan untuk membimbing serta mengasuh setiap laki-laki dan perempuan
sejak dari kanak-kanak sampai dewasa didalam perihal pergaulan antar
kelamin pada umumnya dan kehidupan seksuil pada khususnya.
Tujuan pendidikan seks dalam Islam adalah untuk mencapai hidup bahagia
dalam membentuk rumah tangga yang akan memberikan ketenangan,
kecintaan, kasih sayang serta keturunan berkualitas yang taat kepada
Allah Ta’ala dan selalu mendoakan kedua orangtuanya serta berguna bagi
masyarakat, (QS. Ar-Ruum: 21).
Perlukah pendidikan seks?
Pada mulanya orang menganggap bahwa pendidikan seks itu amatlah kotor
yang tak patut diajarkan. Golongan yang berpendapat demikian ini karena
mereka anggap bahwa seks adalah masalah tabu yang tak perlu dikenal
apalagi sampai diajarkan.
Namun demikian banyak juga kalangan cendekiawan yang mendukung agar
pendidikan seks disebarluaskan. Dalam survey yang diadakan terhadap
anak-anak gadis yang hamil diluar pernikahan ditemukan bahwa pada
umumnya mereka tidak pernah mendapatkan pendidikan seks disekolah maupun
dirumah.
Sekarang masalahnya bagaimana cara memberikan pendidikan seks itu?.
Mengingat karena masalah seks ini bagi kita masih begitu rumit,
sensitive dan komplek hendaknya dalam menerapkan pendidikan seks perlu
dijunjung norma-norma agama dan adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang memberikan dasar-dasar dan tuntunan-tuntunan pendidikan seks antara lain:
Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya (pakaian luarnya). Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya . . . . .” (QS. An-Nuur: 31-32)
Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32) Allah Ta’ala berfirman:
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223).
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lainnya.
Hadis-hadis Nabi –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam
yang memberikan dasar-dasar dan tuntunan-tuntunan pendidikan seks
antara lain:
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sungguh ditusuknya kepala salah seorang dari kalian dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Ath-Thabrani dengan sanad sahih).
Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan wanita (bukan mahram) melainkan pihak ketiganya adalah setan.” (HR. At-Tirmidzi dengan sanad sahih).
Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Perempuan manapun yang menggunakan parfum kemudian melewati suatu kaum agar mereka mencium wanginya maka ia seorang pelacur.” (HR. Imam Ahmad dengan sanad sahih).
Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Adapun zina mata adalah memandang (kepada apa yang diharamkan Allah)” (HR. Imam Ahmad dengan sanad sahih).
Dan masih banyak lagi hadis-hadis yang lainnya.
PERNIKAHAN YANG ISLAMI
Anjuran untuk menikah bagi yang telah mampu.
Allah Ta’ala berfirman: “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam Alaihis Salam) dan dari padanya Dia menciptakan isterinya (Hawa), agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung . . . . .” (QS. Al-A’raaf: 189).
Allah Ta’ala berfirman: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian (bujangan laki-laki atau perempuan) diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari budak-budak lelaki dan budak-budak perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Allah Maha luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32)
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Wahai sekalian pemuda! Siapa yang telah mampu untuk menikah diantara kalian maka hendaklah menikah, karena (pernikahan itu) lebih menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa (shaum), karena hal itu bisa mengurangi sahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim dll)
Tujuan pernikahan dalam Islam.
-Mengikuti sunnah Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam
-Mendapatkan ketentraman, cinta dan kasih sayang.
-Menjaga pandangan mata dan memelihara kehormatan.
-Membentuk generasi muslim yang berkualitas.
-Melestarikan kehidupan manusia agar tidak punah dll.
Alur yang harus dilalui menuju pernikahan Islami.
Islam tidak mengenal istilah berpacaran, penjajakan atau mencoba-coba
dahulu. Apabila seseorang hendak menikah maka dianjurkan untuk memilih
calon pendampingnya yang shalih atau shalihah agar mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jadi menikah dahulu kemudian
menjalin cinta dan kasih sayang setelah ada ikatan pernikahan yang sah
menurut syariat.
Kriteria suami yang shalih, antara lain:
-Bertakwa kepada Allah Ta’ala.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13).
-Bertanggung jawab dalam segala hal, baik dalam urusan dunia ataupun urusan akhirat.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …..(QS. At-Tahrim: 6).
-Pengertian.
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Berbuat baiklah kepada wanita (isteri), karena ia diciptakan dari tulang rusuk (yang bengkok). Apabila kamu hendak meluruskanya maka ia akan patah dan apabila kamu biarkan saja maka ia akan terus bengkok, karena itu nasehatilah wanita (isteri) dengan baik.” (HR. Bukhari dan muslim) .
Kriteria isteri yang shalihah, antara lain:
- Taat kepada Allah Ta’ala dan kepada suami.
- Menjaga dirinya dan harta suami apabila suami bepergian
- Menyenangkan apabila dipandang suami
Allah Ta’ala berfirman: “Wanita yang shalihah adalah yang taat kepada Allah dan kepada suaminya lagi memelihara diri ketika suami tidak ada . . . . . “ (QS. An-Nisaa’: 34)
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Isteri terbaik adalah apabila dipandang suami ia menyenangkan, apabila diperintah ia taat dan apabila ditinggal bepergian ia menjaga dirinya dan harta suaminya.” (HR. Imam Ahmad dll dengan sanad sahih).
Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda pula: “Dunia adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah isteri yang shalihah.” (HR. Muslim).
Adab meminang dalam Islam:
Apabila telah ada kecocokan antara pihak lelaki dengan pihak
perempuan maka disunnahkan untuk nadhar atau saling melihat, namun
hendaklah pihak perempuan disertai mahramnya sehingga tidak terjadi
khalwat (berduaan).
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ”Apabila seorang diantara kalian hendak meminang seorang perempuan, jika bisa melihat kepada apa yang menjadi daya tarik untuk menikahinya, maka hendaklah ia lakukan.” (HR. Imam Ahmad dll dengan sanad hasan)
Disunnahkan pula untuk melaksanakan shalat istikharah yaitu meminta
petunjuk Allah Ta’ala dengan shalat dua rakaat dan berdoa dengan doa
yang telah diajarkan Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa
Sallam .(HR. Bukhari dll)
Dianjurkan pula untuk bermusyawarah dengan orang-orang yang bisa dipertanggung jawabkan dan telah berpengalaman serta berilmu.
Tahapan Menuju Pernikahan Yang Sesuai Syari'at
- Melalui perantara.
- Tukar menukar bio data.
- Pelajari lebih dalam tentang calon.
- Shalat istikharah dan bermusyawah.
- Nadhor atau saling melihat dan bertemu, tapi tidak berdua-duaan dan pihak perempuan disertai mahramnya.
- Khitbah atau dipinang.
- Lamaran.
- Pernikahan.
- Allah meridhoi dan memberikan barokah.
Khitbah dan lamaran itu mengikuti adat kebiasaan di suatu tempat. Di tempat kami adatnya khitbah dulu kemudian lamaran.
Ta'aruf harus sepengetahuan wali. Karena sering terjadi
ta'aruf tanpa sepenge tahuan wali ternyata setelah keduanya sama-sama
cocok dan mantap walinya tidak menyetujui. Ini sangat berdampak buruk.
Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada resepsi pernikahan:
- Ikhtilat atau percampuran para undangan lelaki dengan perempuan yang bukan mahram.
- Kedua mempelai duduk di pelaminan dengan disaksikan oleh para undangan.
- Memakai pakaian yang menampakkan aurat.
- Saling bersalaman antara lelaki dengan perempuan yang bukan mahram.
- Kaum perempuan memakai parfum yang dicium wanginya oleh lelaki yang bukan mahram.
- Diperdengarkan musik.
- Mengambil gambar makhluk bernyawa (berfoto).
- Berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk makanan sehingga terjadi kemubadziran.
- Mengadakan acara-acara yang tidak ada tuntunannya, yang mengarah pada kesyirikan dan bid’ah dll.
MENIKMATI MALAM PERTAMA
Malam pertama adalah malam dimana kedua mempelai melakukan hubungan
kelamin pertama kali. Jadi seandainya kedua mempelai baru melaksanakan
hubungan kelamin pada malam kedua atau malam ketiga atau malam
kesepuluh, maka itulah yang disebut malam pertama. Mengapa demikian?
Karena malam pertama selalu dihubungkan dengan peristiwa pemecahan
bakarah atau selaput dara.
Menahan nafsu birahi pada malam pertama pernikahan adalah langkah
yang bijaksana. Sebaiknya pada malam itu dilakukan perkenalan dan tidur
bersama atau melakukan cumbu rayu sebagai pelepas kerinduan. Diperlukan
pula kebijaksanaan suami untuk memberikan ketenangan agar isteri tidak
merasa takut.
Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa
‘Ala Alihi Wa Sallam ketika menikah dengan Aisyah –radliallahu anha
–satu-satunya isteri Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam
yang gadis- dengan memberikan kepada Aisyah –radliallahu anha segelas
susu dan duduk disampingnya untuk menenangkannya. (HR. Imam Ahmad dll
dengan sanad hasan)
Amalan-amalan yang dilakukan setelah pernikahan:
-Suami memegang bagian depan kepala isteri lalu membaca do’a sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا
عَلَيْهِ.
(Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan
apa yang telah Engkau ciptakan dalam wataknya, dan aku memohon
perlindungan kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan apa yang telah
Engkau ciptakan dalam wataknya). (HR. Bukhari, Abu Dawud dll)
-Shalat dua raka’at berjamaah suami-isteri kemudian berdoa memohon
keberkahan kepada Allah Ta’ala , sebagaimana dicontohkan sahabat Ibn
Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu dan Salafus Saleh Rahimahumullah. (Riwayat
Ibnu Abi Syaibah, Abdur Razzaq dan Ath-Thabrani dengan sanad sahih)
-Berdoa ketika hendak melakukan jima’:بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا.(Dengan nama Allah, Ya Allah! Jauhkan kami dari syaitan, dan jauhkan syaitan dari mengganggu apa yang Engkau rezekikan kepada kami.)(HR. Bukhari dan Muslim)
Etika atau adab dalam berjima’ (bersenggama).
Suami yang bijaksana adalah suami yang tidak hanya mementingkan
kepuasan diri sendiri, akan tetapi ia juga berupaya memberikan kepuasan
kepada isterinya. Karena itu cumbu rayu sangat diperlukan sebelum
dimulainya hubungan badan (jima’).
Para ulama dalam kitab-kitab mereka menerangkan secara mendetail dan
terperinci tentang masalah ini dan upaya-upaya apa saja yang harus
dilakukan suami untuk memberikan kepuasan kepada isterinya. Seorang
isteri akan merasa sangat tersiksa apabila suami meninggalkannya sebelum
mencapai puncak kepuasan (orgasme).
Faktor terpenting untuk mencapai kepuasan bersama adalah:
- Cumbu rayu
- Ketenangan pikiran
- Kenyamanan suasana
- Dan aneka variasi dalam melakukannya.
Ditinjau dari segi agama membuat variasi dari aneka posisi dalam
bersenggama tidaklah dilarang.
Allah Ta’ala berfirman: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al-Baqarah: 223).
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menerangkan ayat tersebut: “Dari depan atau dari belakang (boleh) asalkan tetap di farji (vagina).” (HR. Bukhari dan Muslim dll)
Hal-hal yang diharamkan dalam senggama (jima’):
-Senggama (jima’) melalui anus atau lubang dubur [anal sex].
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:
“Terkutuklah suami yang menggauli isterinya di lubang duburnya (anus).”
(HR. Imam Ahmad, Ibn Adiy dll dengan sanad hasan)
-Senggama di farji (vagina) ketika isteri dalam keadaan haid.
Allah Ta’ala berfirman: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; dan janganlah kamu mendekati
mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Baqarah:
222).
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda
tentang wanita haid: “Lakukanlah segala sesuatu selain nikah (jima’ di
farji). (HR. Muslim dll)
Jadi yang diharamkan hanyalah senggama di lubang dubur / anus [anal
sex] dan senggama pada waktu haid di farji saja, selain itu tidaklah
diharamkan.
RUMAH TANGGA YANG SAKINAH
Rumah tangga sakinah adalah rumah tangga yang dibangun atas dasar
cinta dan takwa kepada Allah Ta’ala, saling menghormati, menghargai dan
pengertian dari semua pihak. Apabila ada problem atau masalah maka
diselesaikan dengan sabar dan tanpa emosi serta tidak mudah mengeluarkan
kata-kata cerai.
Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa salah satu jalan menuju
kebahagiaan adalah paham dalam liku-liku seksuil. Akan tetapi kepahaman
itu belumlah sempurna kalau tidak disertai dengan iman dan takwa.
Apalah artinya harta bagi seorang isteri jika ternyata kebutuhan
bathiniahnya tidak terpenuhi? Demikian pula apalah artinya kecantikan,
keayuan dan kemolekan isteri jika ia dingin saja dalam berhubungan badan
(jima’) dengan suaminya? Suami isteri harus menyadari akan hal ini.
Seorang isteri harus selalu siap melayani suaminya untuk mencapai
kepuasan, demikian pula seorang suami harus selalu berusaha memberi
kepuasan kepada isterinya. Akhirnya berbahagialah keduanya dalam jalinan
cinta yang harmonis dan diridlai oleh Allah Ta’ala.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kepada kita semua rumah tangga
sakinah, yang penuh dengan mawaddah dan rahmah, rumah tangga yang
“Baitiy jannatiy” Rumahku adalah sorgaku. Amien ya Robbal ‘alamin.
Maraji’:
-Al-Qur’an dan Terjemahnya, Hadiah dari Kerajaan Saudi Arabia
-At-Tafsir al-Muyassar, Nukhbatul Ulama
-Riyadlus Shalihin, An-Nawawiy
-Zaadul Ma’aad, Ibnul Qayyim
-Al-Islam wa as-Sa’adah az-Zaujiyah, Abu Hamid Al-Ghazali
-Fathul Mu’in, Al-Milbariy
-Tuhfatul ‘Arus, Mahmud al-Istanbuliy
-Adabuz Zafaf, Al-Albani
-Adabul Khitbah wa az-Zafaf, ‘Amr Abdul Mun’im
-Jami’ Ahkam an-Nisaa’, Musthafa al-‘Adawiy
-Al-liqa’ Baina az-Zaujain, Abdul Qadir ‘Atha
-Fiqh Sunnah, Sayid Sabiq
-Adab al-Mu’asyarah al-Zaujiyah, Zainab Hasan Syarqawi
-Manhaj at-Tarbiyah an-Nabawiyah li ath-Thifli, Muhammad Nur Suwaid
-Muharramat Istahana Biha an-Nas, Al-Munajjid
-Min Munkaratil Afraah, Syaikh Utsaimin
-Az-Zawaaj, Syaikh Utsaimin
-Seks dari A sampai Z, dr. Nina Surtiretna
-Moral Agama dalam Kehidupan Sexuil Suami Isteri, Mahfudli Sahli
(Disampaikan pada Seminar Regional dengan Tema; Pendidikan Sex Yang
Sehat Menuju Pernikahan Yang Islami, diselenggarakan oleh Forum Kajian
Islam Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Sabtu 12 Rabi’ul
Awal 1423 H / 25 Mei 2002 M).
Tambahan Penjelasan Masalah Hukum Gambar dan Foto:
Syaikh ‘Abdullâh bin Shâlih al-‘Ubailân hafizhahullâhu ditanya tentang hukum gambar, maka beliau hafizhahullâhu menjawab :
Masalah ini ada perinciannya. Para ulama bersepakat akan keharaman
gambar (yang dibuat) oleh tangan, sebagaimana mereka juga bersepakat
akan haramnya gambar-gambar yang berfisik (jism) dan patung-patung.
Inilah yang disepakati oleh para ulama (keharamannya) dan banyak
nash-nash yang secara tegas menunjukkan (akan keharaman) gambar-gambar
yang telah ada semenjak zaman nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam.
Adapun gambar-gambar yang ada di zaman ini, maka terbagi menjadi dua :
yaitu gambar fotografi dan gambar video. Adapun yang pertama (yaitu
fotografi) maka para ulama ahlus sunnah bersepakat akan haramnya
menggantungkan gambar-gambar foto dan hukumnya sama dengan hukum gambar
yang dihasilkan dari gambar tangan yang digantung. Sebab, keserupaan
hasil dari gambar yang dibuat oleh tangan sama dengan gambar yang
dihasilkan oleh kamera.
Adapun selain itu (yaitu selain digantung), maka para ulama berbeda
pendapat. Diantara mereka ada yang menyamakan antara gambar foto dengan
gambar tangan, yaitu hukumnya haram secara mutlak, kecuali pada keadaan
tertentu yang mendesak (yang tidak bisa dihindarkan, seperti KTP, SIM,
Paspor, dls, pent.). Sebagian lagi berpendapat bahwa hukum foto tidak
sama dengan hukum gambar tangan, selama tidak diagungkan. Jika
diagungkan, maka haram hukumnya. Mereka berargumentasi bahwa gambar
fotografi itu tidak ada unsur penciptaan dan menggambar manusia di
dalamnya, namun hanyalah memindahkan obyek suatu benda dan
menempatkannya (di tempat lain), yang serupa dengan gambar pada cermin,
dimana apabila tampak gambar manusia di dalamnya, tidak ada yang
mengatakan bahwa gambar tersebut haram hukumnya. Sebab, tidak ada unsur
penciptaan makhluk Alloh di dalamnya. Keserupaan akan terjadi apabila
manusia masuk ke dalam penciptaan makhluk Alloh, namun dalam kondisi ini
(yaitu fotografi) tidak sama dengan penciptaan makhluk Alloh. Walau
demikian, tidak disukai dan dianjurkan bagi seseorang untuk memperbanyak
suatu hal yang tidak begitu dibutuhkan olehnya.
Adapun gambar-gambar di kamera televisi, maka saya tidak tahu ada
seorang pun dari guru-guru kami yang menfatwakan keharamannya. Sisi
pandang argumentasinya adalah, bahwa hal ini tidak dianggap sebagai
gambar kecuali di saat menyaksikannnya, kemudian hal ini hanyalah
memindahkan (obyek) hidup di saat kejadian dan tidak termasuk gambar
yang dilarang oleh Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa Sallam.
(Ditranskrip secara bebas dari Liqo`ul Maftuh Syaikh al-‘Ubailân/Abu Salma)
Al-Faqir Abdullah Sholeh Hadrami –Ghofarollohu Lahu berkata:
Mengenai gambar makhluk bernyawa kita perlu memerincinya. Memang
terdapat riwayat-riwayat sahih tentang larangan patung dan gambar
makhluk bernyawa sebagaimana dalam Kitab Tauhidnya Syaikh Muhammad bin
Abdil Wahhab –Rahimahullah. Tidak ada khilaf di kalangan salaf akan
diharamkannya kedua hal tersebut.
Yang menjadi masalah adalah Foto Kamera (Photografi) yang belum ada
pada masa Nabi dan Salaf. Sehingga terjadi perbedaan pendapat dikalangan
Ulama. Sebagian mengatakan masuk dalam hukum larangan dan sebagian
mengatakan tidak masuk dalam larangan, karena itu bukan menggambar atau
melukis akan tetapi memindahkan gambar ciptaan Allah dengan alat
tertentu seperti bercermin. Tentu saja asalkan gambarnya adalah yang
mubah dan bukan yang diharamkan.
Kecuali, apabila ada unsur yg merubah status hukum asalnya menjadi
haram, seperti memasang gambar yg dapat menimbulkan fitnah, gambar
wanita, atau gambar yang dikhawatirkan akan ada unsur kultus atau
pengagungan, atau memajangnya di rumah, dll.
Hal ini dikarenakan tidak adanya dalil yang shahih dan sharih (jelas)
tentang masalah Foto Kamera (Photografi) tersebut. Jadi, masalah ini
adalah masalah ijtihad murni. Seandainya ada yang mengharamkan, maka
haramnya adalah haram ijtihadi (hasil ijtihad) dan bukan haram Qoth’i
(pasti)…Bukankah kita harus berlapang dada dalam masalah khilafiyyah
yang sumbernya adalah ijtihad? Selama khilaf tersebut bukan dalam
masalah aqidah?
Namun demikian hendaklah Foto tersebut tidak dipajang di dalam rumah
akan tetapi di simpan saja, karena dikhawatirkan masuk dalam sabda
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam:
“Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk suatu rumah yang di dalamnya ada patung atau gambar-gambar.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Semoga Jelas dan Bisa Dipahami.
Wallaahul Musta’aan…
Oleh: Abdullah Shaleh Al-Hadrami
0 komentar