Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya),
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
Dunia adalah tempat tinggal sementara, sedangkan akherat adalah tempat menetap yang sebenarnya. Allah ta’ala menceritakan ajakan seorang rasul kepada kaumnya (yang artinya),
Akan tetapi betapa banyak orang yang terlena dan tertipu oleh kesenangan yang sementara itu. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
Hidup di dunia bukanlah untuk mempertuhankan harta, jabatan, atau segala macam perhiasan dunia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
Dari Amr bin Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
Ada seseorang yang bertanya kepada Muhammad bin Wasi’, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?”. Beliau menjawab, “Bagaimanakah menurutmu mengenai seorang yang melampaui tahapan perjalanan setiap harinya menuju alam akherat?” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 482)
al-Marudzi mengatakan: Aku pernah bertanya kepada [Imam] Ahmad bin Hanbal, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?”. Maka beliau menjawab, “Bagaimanakah keadaan seorang hamba yang Rabbnya senantiasa menuntutnya untuk menunaikan kewajiban-kewajiban. Nabinya juga menuntut dirinya untuk mengerjakan Sunnah/tuntunannya. Begitu pula, dua malaikat yang menuntutnya untuk memperbaiki amalan. Sementara hawa nafsu menuntut dirinya untuk memperturutkan kemauannya. Iblis mengajaknya untuk melakukan berbagai perbuatan keji. Malaikat maut juga menunggu-nunggu untuk mencabut nyawanya. Dan di sisi yang lain, anak dan istrinya pun menuntut untuk diberikan nafkah?!” (lihat Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf, hal. 19)
Sebagian orang arif berkata, “Bagaimana bisa merasakan kegembiraan dengan dunia, orang yang perjalanan harinya menghancurkan bulannya, dan perjalanan bulan demi bulan menghancurkan tahun yang dilaluinya, serta perjalanan tahun demi tahun yang menghancurkan seluruh umurnya. Bagaimana bisa merasa gembira, orang yang umurnya menuntun dirinya menuju ajal, dan masa hidupnya menggiring dirinya menuju kematian.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 483)
Wallahul musta’aan.
“Apakah kalian mengira bahwasanya Kami menciptakan kalian dengan sia-sia dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maha tinggi Allah Raja Yang Maha benar. Tiada sesembahan -yang benar- kecuali Dia, Rabb Yang memiliki Arsy yang mulia.” (QS. al-Mu’minun: 115-116).
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya),
“Tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di antara keduanya ini untuk kesia-siaan. Itu adalah persangkaan orang-orang kafir saja, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk ke dalam neraka.” (QS. Shaad: 27)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Setiap jiwa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya balasan atas kalian akan disempurnakan kelak pada hari kiamat. Barangsiapa yang diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh dia telah beruntung. Tidaklah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan yang menipu.” (QS. Ali ‘Imran: 185)
Dunia adalah tempat tinggal sementara, sedangkan akherat adalah tempat menetap yang sebenarnya. Allah ta’ala menceritakan ajakan seorang rasul kepada kaumnya (yang artinya),
“Wahai kaumku, ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepada kalian jalan petunjuk. Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (yang semu), dan sesungguhnya akherat itulah tempat menetap yang sebenarnya.” (QS. Ghafir: 38-39).
Akan tetapi betapa banyak orang yang terlena dan tertipu oleh kesenangan yang sementara itu. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Akan tetapi ternyata kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, sementara akherat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS. al-A’la: 16-17).
Hidup di dunia bukanlah untuk mempertuhankan harta, jabatan, atau segala macam perhiasan dunia. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia serta perhiasannya maka Kami akan sempurnakan bagi mereka balasan atas amal-amal mereka di dunia itu dalam keadaan mereka tidak dirugikan sama sekali. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan balasan apa-apa di akherat kecuali neraka, lenyaplah sudah apa yang dahulu mereka perbuat di sana, dan sia-sia amal yang dahulu mereka lakukan.” (QS. Hud: 15)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Allah ingin melihat bagaimana perbuatan kalian. Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah dunia dan takutlah kalian akan fitnah kaum wanita. Karena sesungguhnya fitnah pertama di kalangan Bani Isra’il adalah dalam masalah wanita.” (HR. Muslim no. 2742)
Dari Amr bin Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukanlah kemiskinan yang kukhawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi sesungguhnya yang kukhawatirkan menimpa kalian adalah ketika dunia dibentangkan untuk kalian sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian sehingga kalian pun berlomba-lomba untuk meraupnya sebagaimana dahulu mereka berlomba-lomba mendapatkannya. Dan dunia mencelakakan kalian sebagaimana dulu dunia telah mencelakakan mereka.” (HR. Bukhari no. 3158 dan Muslim no. 2961)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bersegeralah melakukan amal-amal (ketaatan) sebelum datangnya fitnah-fitnah (cobaan dan godaan) yang datang bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada waktu itu, seseorang di pagi hari masih beriman namun di sore harinya telah menjadi kafir. Atau di sore hari beriman, lalu di pagi harinya menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim no. 118)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak disenangi, sedangkan neraka diliputi dengan hal-hal yang disenangi oleh nafsu.” (HR. Muslim no. 2822)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jadilah engkau di dunia seperti layaknya orang yang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan jauh.” (HR. Bukhari no. 6416).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Ada dua buah nikmat yang kebanyakan orang terperdaya karenanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari no. 6412)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
“Keberuntungan paling besar di dunia ini adalah kamu menyibukkan dirimu di sepanjang waktu dengan perkara-perkara yang lebih utama dan lebih bermanfaat untukmu kelak di hari akherat. Bagaimana mungkin dianggap berakal, seseorang yang menjual surga demi mendapatkan kesenangan sesaat? Orang yang benar-benar mengerti hakikat hidup ini akan keluar dari alam dunia dalam keadaan belum bisa menuntaskan dua urusan; menangisi dirinya sendiri -akibat menuruti hawa nafsu tanpa kendali- dan menunaikan kewajiban untuk memuji Rabbnya. Apabila kamu merasa takut kepada makhluk maka kamu akan merasa gelisah karena keberadaannya dan menghindar darinya. Adapun Rabb (Allah) ta’ala, apabila kamu takut kepada-Nya niscaya kamu akan merasa tentram karena dekat dengan-Nya dan berusaha untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya.” (lihat al-Fawa’id, hal. 34)
Ada seseorang yang bertanya kepada Muhammad bin Wasi’, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?”. Beliau menjawab, “Bagaimanakah menurutmu mengenai seorang yang melampaui tahapan perjalanan setiap harinya menuju alam akherat?” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 482)
al-Marudzi mengatakan: Aku pernah bertanya kepada [Imam] Ahmad bin Hanbal, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?”. Maka beliau menjawab, “Bagaimanakah keadaan seorang hamba yang Rabbnya senantiasa menuntutnya untuk menunaikan kewajiban-kewajiban. Nabinya juga menuntut dirinya untuk mengerjakan Sunnah/tuntunannya. Begitu pula, dua malaikat yang menuntutnya untuk memperbaiki amalan. Sementara hawa nafsu menuntut dirinya untuk memperturutkan kemauannya. Iblis mengajaknya untuk melakukan berbagai perbuatan keji. Malaikat maut juga menunggu-nunggu untuk mencabut nyawanya. Dan di sisi yang lain, anak dan istrinya pun menuntut untuk diberikan nafkah?!” (lihat Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf, hal. 19)
Sebagian orang arif berkata, “Bagaimana bisa merasakan kegembiraan dengan dunia, orang yang perjalanan harinya menghancurkan bulannya, dan perjalanan bulan demi bulan menghancurkan tahun yang dilaluinya, serta perjalanan tahun demi tahun yang menghancurkan seluruh umurnya. Bagaimana bisa merasa gembira, orang yang umurnya menuntun dirinya menuju ajal, dan masa hidupnya menggiring dirinya menuju kematian.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 483)
Wallahul musta’aan.
0 komentar