Ketika saya mengetahui bahwa ibu saya, adik dan saya ingin pindah ke Indonesia untuk tinggal dengan ayah tiri saya yang telah sedang bekerja disana, Saya takut. Saya adalah khas non-Muslim Australia, menonton berita dan percaya setiap perkataan yang saya dengar. Saya mengkhawatirkan keselamatan ayat tiri saya di sana, dan keselamatan kami ketika kami akan tinggal di sana.
Ketika saya berpikir tentang Indonesia, negara yang mayoritas Muslim, saya membayangkan kekerasan dan terorisme. Karena apa yang saya lihat di berita setelah Tragedi Bom Bali. Itulah yang saya percaya pada sebuah negara Islam, setelah menonton kejadian yang menyeramkan tragedi 9/11 saat saya sedang di dokter bedah untuk membandaged lengan saya yang patah akibat kecelakaan skating. Saya baru berumur 10 tahun saat itu tapi tahu apa yg disebut Terorisme, dan yang dipikiran saya adalah seorang Muslim.
Ketika saya melihat seorang Muslim perempuan yang memakai Jilbab di jalanan, saya akan melakukan apapun yang non-Muslim Australia akan lakukan. Pastilah saya akan tatap dan tatap. Saya benar-benar penasaran apa sesungguhnya yg ada dibalik Pakaian dan Jilbab itu. Seperti apa sesungguhnya seorang Muslim? Selama ini saya tidak pernah bersikap Rasial, tapi saat itu sedikit sulit mengingat media selalu mengaitkan bahwa agama Islam mengajarkan Terorisme.
Pertemuan pertama saya dengan seorang muslim adalah saat kami tiba ditempat tujuan kami di Indonesia (Lampung). Seorang perempuan berjilbab menyambut kedatangan keluarga kami dan saya, dan berbicara kepada kami dengan hormat dan gembira dalam bahasa Inggris yg berantakan. Saya langsung membuang segala anggapan negatif dalam benak saya selama ini mengenai orang orang Islam.
Pada saat awal pagi (subuh/red), saya selalu "terganggu" ketika panggilan ibadah datang dengan keras keseluruh kota melalui speaker mesjid (adzan/red). Saya berpikir didalam hati, Bagaimana bisa? anda beribadah sepagi ini?!? Bagaimana anda begitu berdedikasi untuk sebuah agama? Terkutuklah bagi "orang tersebut yg membuat kebisingan". (Hahahahahaha, sekarang saya tidak berpikiran seperti itu lagi)
Hari saat saya belajar untuk menghargai adzan (panggilan untuk shalat) adalah ketika saya menonton anak anak bermain sepak bola dilapangan tepat di depan masjid. Walaupun kakak saya lebih tertarik dengan anak laki-laki yang pada bermain tanpa baju. Saya duduk dan mendengarkan Adzan. Dan memberikan saya ketenangan yang luar biasa yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Saya berpikir didalam hati betapa indahnya suara itu terdengar. Saya merasakan "Lebih dekat kepada Tuhan"
Saya ingin belajar lebih, lebih dan lebih tentang agama ini yang mana banyak orang yang berdedikasi untuk kehidupan mereka lebih dari agama lain di dunia. Agama ini yang sangat menyentuh begitu banyak kehidupan mereka yang berpuasa untuk seluruh bulan, dan meninggalkan apa saja untu sujud kepada Tuhan. Saya iri dengan orang orang Islam. Saya ingin menjadi bagian dari mereka.
Saya bertanya jutaan pertanyaan kepada teman Indonesia saya tentang Islam, dan mereka bersedia untuk menjawab. Mereka begitu senang mendengar bahwa suatu saat saya akan pindah agama. Kami bahkan sudah mulai saling mengucapkan satu sama lain "Assalamu 'alaikum". Ketika saya kembali ke Australia, saya selalu pergi ke perpustakaan.
Saya belajar, dan belajar dan belajar. Semakin saya belajar, semakin saya percaya. Saya sudah sangat dekat untuk pindah agama hingga suatu hari saya bertengkar dengan beberapa teman saya.
Tetapi tahukah anda? Sesuatu terjadi. Terjadi sesuatu yang merubah pikiran saya.. Maksud saya, bukan peristiwa perubahan yang spektakuler. Hanya perubahan yang tiba-tiba. Saya tidak tahu apa yang terjadi saat itu, tetapi sekarang saya tahu itu kehedak Allah SWT yang merubah pikiran saya. Allah SWT pasti sudah memutuskan inilah saatnya bagi saya untuk menyadari apa yang telah dan akan saya lakukan.
Lalu, saya kembali mempelajari Islam secara intense. Saya putuskan untuk tidak pindah agama sampai akhir 2008, Dimana saya sudah bisa mengenakan Jilbab terlebih dahulu (karena saya sudah tidak lagi bersekolah di Sekolah Katolik) dan saya dapat mempraktekkan Ibadah Shalat. Rencana perpindahan agama saya tidak berjalan sesuai rencana.
Saya teringat malam saat "Bersyahadah" 15 April 2008 dan saya baru saja selesai berbicara di MSN Messenger dengan teman muslim saya. Kami membicarakan tentang kehidupan dll. Saya tanyakan kepadanya, apakah saya harus menunda "Perpindahan agama ke Islam". Dia menyatakan bahwa "Hidup itu singkat" dan kita tidak pernah tahu kapan kita mat, dan dia bertanya kepada saya, "Apakah saya ingin meninggal secara Non Muslim atau sebagai Muslim?" Dia meyakinkan saya bila saya "Bersyahadah", saya bisa secara bertahap mengenakan Jilbab dan belajar Shalat.
Alright.. Langsung saja saya kekamar tidur saya dan "Bersyahadah" dan setelah itu saya mandi "untuk mencuci dosa dosa saya". Jantung saya berdetak keras dan saya tahu keputusan ini amat sangat akan merubah kehidpan saya.
Sekarang saya jadi senang telah membuat keputusan ini. Ia telah merubah untuk kehidupan yang lebih baik. Saya merasa seperti saya sudah memiliki sesuatu untuk kehidupan. Saya selalu beriman kepada Allah, tetapi sekarang saya merasa sangat jauh lebih dekat dengan-Nya. Saya merasa Dia lebih dekat dari pembuluh nadi saya. Dan untuk setiap nafas saya, saya sangat berterima kasih bahwa Allah SWT telah menuntun saya kejalan yang benar.
Sumber : Swaramuslim
Ketika saya berpikir tentang Indonesia, negara yang mayoritas Muslim, saya membayangkan kekerasan dan terorisme. Karena apa yang saya lihat di berita setelah Tragedi Bom Bali. Itulah yang saya percaya pada sebuah negara Islam, setelah menonton kejadian yang menyeramkan tragedi 9/11 saat saya sedang di dokter bedah untuk membandaged lengan saya yang patah akibat kecelakaan skating. Saya baru berumur 10 tahun saat itu tapi tahu apa yg disebut Terorisme, dan yang dipikiran saya adalah seorang Muslim.
Ketika saya melihat seorang Muslim perempuan yang memakai Jilbab di jalanan, saya akan melakukan apapun yang non-Muslim Australia akan lakukan. Pastilah saya akan tatap dan tatap. Saya benar-benar penasaran apa sesungguhnya yg ada dibalik Pakaian dan Jilbab itu. Seperti apa sesungguhnya seorang Muslim? Selama ini saya tidak pernah bersikap Rasial, tapi saat itu sedikit sulit mengingat media selalu mengaitkan bahwa agama Islam mengajarkan Terorisme.
Pertemuan pertama saya dengan seorang muslim adalah saat kami tiba ditempat tujuan kami di Indonesia (Lampung). Seorang perempuan berjilbab menyambut kedatangan keluarga kami dan saya, dan berbicara kepada kami dengan hormat dan gembira dalam bahasa Inggris yg berantakan. Saya langsung membuang segala anggapan negatif dalam benak saya selama ini mengenai orang orang Islam.
Pada saat awal pagi (subuh/red), saya selalu "terganggu" ketika panggilan ibadah datang dengan keras keseluruh kota melalui speaker mesjid (adzan/red). Saya berpikir didalam hati, Bagaimana bisa? anda beribadah sepagi ini?!? Bagaimana anda begitu berdedikasi untuk sebuah agama? Terkutuklah bagi "orang tersebut yg membuat kebisingan". (Hahahahahaha, sekarang saya tidak berpikiran seperti itu lagi)
Hari saat saya belajar untuk menghargai adzan (panggilan untuk shalat) adalah ketika saya menonton anak anak bermain sepak bola dilapangan tepat di depan masjid. Walaupun kakak saya lebih tertarik dengan anak laki-laki yang pada bermain tanpa baju. Saya duduk dan mendengarkan Adzan. Dan memberikan saya ketenangan yang luar biasa yang tidak pernah saya alami sebelumnya. Saya berpikir didalam hati betapa indahnya suara itu terdengar. Saya merasakan "Lebih dekat kepada Tuhan"
Saya ingin belajar lebih, lebih dan lebih tentang agama ini yang mana banyak orang yang berdedikasi untuk kehidupan mereka lebih dari agama lain di dunia. Agama ini yang sangat menyentuh begitu banyak kehidupan mereka yang berpuasa untuk seluruh bulan, dan meninggalkan apa saja untu sujud kepada Tuhan. Saya iri dengan orang orang Islam. Saya ingin menjadi bagian dari mereka.
Saya bertanya jutaan pertanyaan kepada teman Indonesia saya tentang Islam, dan mereka bersedia untuk menjawab. Mereka begitu senang mendengar bahwa suatu saat saya akan pindah agama. Kami bahkan sudah mulai saling mengucapkan satu sama lain "Assalamu 'alaikum". Ketika saya kembali ke Australia, saya selalu pergi ke perpustakaan.
Saya belajar, dan belajar dan belajar. Semakin saya belajar, semakin saya percaya. Saya sudah sangat dekat untuk pindah agama hingga suatu hari saya bertengkar dengan beberapa teman saya.
Tetapi tahukah anda? Sesuatu terjadi. Terjadi sesuatu yang merubah pikiran saya.. Maksud saya, bukan peristiwa perubahan yang spektakuler. Hanya perubahan yang tiba-tiba. Saya tidak tahu apa yang terjadi saat itu, tetapi sekarang saya tahu itu kehedak Allah SWT yang merubah pikiran saya. Allah SWT pasti sudah memutuskan inilah saatnya bagi saya untuk menyadari apa yang telah dan akan saya lakukan.
Lalu, saya kembali mempelajari Islam secara intense. Saya putuskan untuk tidak pindah agama sampai akhir 2008, Dimana saya sudah bisa mengenakan Jilbab terlebih dahulu (karena saya sudah tidak lagi bersekolah di Sekolah Katolik) dan saya dapat mempraktekkan Ibadah Shalat. Rencana perpindahan agama saya tidak berjalan sesuai rencana.
Saya teringat malam saat "Bersyahadah" 15 April 2008 dan saya baru saja selesai berbicara di MSN Messenger dengan teman muslim saya. Kami membicarakan tentang kehidupan dll. Saya tanyakan kepadanya, apakah saya harus menunda "Perpindahan agama ke Islam". Dia menyatakan bahwa "Hidup itu singkat" dan kita tidak pernah tahu kapan kita mat, dan dia bertanya kepada saya, "Apakah saya ingin meninggal secara Non Muslim atau sebagai Muslim?" Dia meyakinkan saya bila saya "Bersyahadah", saya bisa secara bertahap mengenakan Jilbab dan belajar Shalat.
Alright.. Langsung saja saya kekamar tidur saya dan "Bersyahadah" dan setelah itu saya mandi "untuk mencuci dosa dosa saya". Jantung saya berdetak keras dan saya tahu keputusan ini amat sangat akan merubah kehidpan saya.
Sekarang saya jadi senang telah membuat keputusan ini. Ia telah merubah untuk kehidupan yang lebih baik. Saya merasa seperti saya sudah memiliki sesuatu untuk kehidupan. Saya selalu beriman kepada Allah, tetapi sekarang saya merasa sangat jauh lebih dekat dengan-Nya. Saya merasa Dia lebih dekat dari pembuluh nadi saya. Dan untuk setiap nafas saya, saya sangat berterima kasih bahwa Allah SWT telah menuntun saya kejalan yang benar.
Sumber : Swaramuslim
0 komentar