Kamis, 25 Juli 2013

Jangan Ragu Akan Janji Allah SWT



 
“Janganlah engkau menjadi ragu akan janji Allah ketika janji tersebut tertunda atau bahkan tidak terwujud, sekalipun telah ditentukan waktunya, agar tiadalah terjadi dengan demikian itu pengurangan basihrohmu (penglihatan mata hati) dan pemadaman cahaya sariroh (rahasia batin)” (Al-Hikam bagian 7)

Allah banyak sekali memberikan janjinya kepada manusia, janji itu bisa dikategorikan janji umum dan janji khusus, Janji umum banyak terdapat di dalam al-Quran seperti janji surga terhadap orang yang berbuat kebajikan, janji neraka terhadap orang yang durhaka, janji ketinggian derajat bagi orang yang berjihad pada jalan Allah, janji kekuasaan di atas muka bumi terhadap orang yang beriman dan beramal salih dan lain-lain lagi.

Di dalam surah an-Nisaa’ ayat 95 {Allah menjanjikan ganjaran yang besar kepada orang yang berjihad pada jalan-Nya.} Dalam surah an-Nur ayat 55 {Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan beramal salih bahwa mereka akan dijadikan khalifah di bumi, Dia akan teguhkan agama mereka dan Dia akan hilangkan ketakutan mereka.}

Banyak lagi janji Allah yang ada di dalam al-Quran. Janji-janji Allah secara umumnya berkaitan dengan amal, sesuai dengan sunnatullah yang menguasai perjalanan kehidupan. Ada juga janji secara khusus kepada orang-orang tertentu, misalnya melalui mimpi atau suara ghaib. Orang yang beriman dengan Allah s.w.t percaya kepada janji-janji-Nya.

Janji Allah menjadi motivasi kepada mereka untuk bekerja keras, beramal salih dan berjihad pada jalan-Nya. Allah tidak sekali-kali akan memungkiri janji-janji-Nya. Di dalam golongan yang percaya kepada janji-janji Allah itu ada sebagian yang berpenyakit seperti yang dihidapi oleh sebilangan orang yang berdoa kepada Allah. Orang yang berdoa membuat tuntutan dengan doanya dan orang yang percaya kepada janji Allah membuat tuntutan dengan amalnya, kerana Allah berjanji memberinya sesuatu menurut amalannya.

Contohnya ada orang yang ingin melunasi hutang lantas ia berdoa dengan keyakinan bahwa do’anya akan di ijabah oleh Allah dan hutangnya akan lunas, dia berdoa terus tetapi sampai tiba waktunya penagihan hutang ternyata ia juga belum juga menemukan solusi atas permasalahannya tersebut, awalnya ia yakin tetapi sampai pas penagihan hutang belum juga ada solusi lalu ia mulai ragu dengan janji Allah. Ketika ragu dengan janji Allah maka menurut Ibnu At-Thoilah orang ini akan di kurangi nikmat keimanannya dengan dikuranginya ketajaman bashiroh (penglihatan hati) dan cahaya hidayah Allah berupa Sariroh akan padam.

Kalau di ibaratkan bahwa basiroh itu adalah matanya hati maka sariroh adalah cahayanya. Mata hati walaupun terbuka tetap saja tidak berfungsi jika tidak ada cahaya, dan hal yang akan mematikan sariroh adalah meragukan janji-janji Allah dengan selalu menuntut janji Allah segera terlaksana sesuai kehendaknya.

Hal ini terjadi karena orang yang berdoa tadi menggantungkan harapannya pada amal dan doa dia bukan pada kehendak Allah, maka ketika kehendak Allah berbeda dengan kehendak dia maka akan timbul benih keraguan dalam dirinya terhadap janji-janji Allah. Maka sangat di anjurkan sekali kita berdoa dengan doa yang di ajarkan Allah kepada Ashabul kahfi, do’a ini adalah agar kita diberi petunjuk oleh Allah agar kehendak kita bisa sama dengan kehendak Allah, 

firman Allah SWT :
“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi ayat 10)

Bashiroh (penglihatan hati) berfungsi untuk memahami kebenaran perkara-perkara gaib. Bashiroh akan terbuka jika seseorang sudah tidak lagi gelisah dengan sesuatu yang di janjikan Allah yakni rezeki dan memfokuskan diri untuk mengabdi kepada Allah artinya mengabdikan diri adalah memfokuskan semua aspek kehidupan dia untuk beribadah, shalat karena Allah, zakat karena Allah, puasa karena Allah, bekerja karena Allah, ketika Allah yang jadi tujuan maka ia sudah tidak lagi mempersolakan berapa imbalan yang ia akan dapatkan dari Allah. Maka hidup ia akan tenang karena ia yakin kepada Allah.

Hal yang menutup bashiroh adalah hati yang dikuasai nafsu, maka untuk membuka bashiroh hal pertama yang harus dilakukan adalah menundukan nafsu pada Allah, menyerah total pada Allah, menyerahkan pada Allah, biar Allah yang mengarahkan dan menempatkan nafsu di tempat yang benar, bukan menyerahkan pada akal karena akan tidak cukup kuat untuk mengendalikan nafsu. Dan yang akan membutakan mata hati adalah kesungguhan kita dalam meraih sesuatu yang sudah dijamin Allah (yakni rezeki) sehingga melalaikan kewajiban manusia sebagai seorang hamba. 


Hari ini saya belum mengetahui banyak mengenai sariroh, namun hasil kesimpulan saya dari pada membaca kita al-hikam ibnu At-Thoilah sariroh atau sir adalah sebuah alat penghubung komunikasi antara Allah sebagai sang pencipta dengan mahkluknya termasuk manusia, mengenai wujud sir itu hanya Allah yang tau wujudnya seperti apa, ketika seseorang sudah mendapatkan karunia berupa cahaya sariroh yang Allah berikan lewat bashiroh (penglihatan hati), maka orang ini akan mengalami kondisi tauhid yang tinggi, dia akan merasakan bahwa Allah sangat dekat dengan dia, seperti yang Allah gambarkan dalam  
firman Allah SWT :
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya," (Qaff ayat 16)
"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan"(Al-Hadid ayat 4)

Sariroh ini diberikan oleh Allah kepada orang-orang yang haqqul yakin mempercayai Allah dan janji-janji Allah, dan ketika ia berdoa agar doanya di ijabah oleh Allah lalu pada zahirnya doanya tersebut tidak menjadi kenyataan maka ia tidak akan sedikitpun berkurang keimananya akan janji-janji Allah, janji-janji Allah di imani betul-betul dan dijadikan mereka sebagai motivasi bagi mereka untuk beribadah kepada Allah tanpa ragu sedikitpun dan tanpa mempertanyakan kapan janji Allah akan terwujud. Yang mematikan cahaya Allah masuk kedalam jiwa manusia adalah manusia menginginkam kehendak. Allah sesuai dengan kehendaknya, padahal Allah maha tahu apa yang sebenarnya terbaik untuk kita, boleh jadi apa yang menurut kita baik belum tentu menurut Allah baik, seperti dalam memilih pasangan hidup boleh jadi menurut kita tidak suka tetapi itu baik menurut Allah, karena kalau menurut Allah itu baik maka itu akan memberi manfaat bagi kita,


Firman Allah SWT :
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."
(An-Niasa ayat 19)

Bagaimana mungkin seorang hamba akan menuntut kepada Allah dengan doa dan amalnya sedangkan do’a dan amal yang ia lakukan adalah karunia dari Allah.

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.
(At-Takwir ayat 29)

Memang benar Allah memberikan janji kepada hamba-Nya tapi tidak patut kiranyanya kalau kita harus menuntut janji Allah kepada karena kalau Allah mempertanyakan tentang tanggung jawab kita atas nikmat yang Allah berikan kepada kita nicaya semua amal dan do’a kita tidak ada apa-apanya dibanding dengan rahmat yang telah Allah berikan kepada kita. Amal yang kita lakukan hanyalah buih diantara lautan nikmat yang Allah berikan kepada kita. Cukuplah kita meyakini bahwa semua janji Allah pasti akan ditunaikan oleh Allah sesuai dengan kehendak Allah. Dan kita jadikan janji Allah itu sebagai motivasi kita untuk lebih giat lagi dalam taat kepada Allah.

Contohlah para sahabat nabi bagaimana mereka mengimani janji Allah swt. Suatu saat Nabi Muhammad SAW menerima janji Allah berupa mimpi memasuki kota Mekah, para sahabat mempercayai bahwa mimpi Rasulullah adalah mimpi Rasulullah adalah janji Allah kepada Rasulullah dan kaum muslimin, padahal saat itu kaum muslimin belum terlalu kuat untuk menaklukan kota mekah yang saat itu dikuasai oleh kaum kafir Quraisy, lalu kaum musliminpun berangkat dari Madinah ke Mekah.

Ditengah perjalanan rombongan kaum muslimin di hadang oleh kaum kafir quraisy, mereka tidak mengijinkan Rasulullah dan rombongan memasuki kota Makkah. buntut dari pertemuan itu tercetuslah sebuah perjanjian antara kaum muslimin dengan kaum kafir quraisy yang disebut dengan perjanjian hudaibiyah, isi perjanjian tersebut diantaranya adalah kaum muslimin tidak memasuki kota Mekah pada tahun itu.

Rasulullah pun menyetujui isi perjanjian tersebut, Sahabat Umar bin Khatab dengan Cahaya sir nya meyakini bahwa mimpi Rasulullah itu adalah sebuah janji Allah maka Umar memaksa Nabi untuk memasuki kota Mekah walaupun dengan cara berperang, Umar sangat yakin dengan janji Allah sehingga ia tidak lagi melihat segala rintangan yang menghadang agar janji Allah segera terwujud. Sedangkan Abu Bakar yang Nur Sarirohnya lebih sempurna dari Umar lebih sepakat dengan keputusan Rasulullah menyetujui keputusan Rasulullah menyepakati perjanjian hudaibiyah.

Abu Bakar adalah orang yang paling beriman setelah Nabi, dia mengetahui bahwa janji Allah pasti terlaksana, walaupun waktunya aga tertunda, dia meyakini bahwa tindakan Nabi tidak serta merta menyetujui perjanjian kalau tidak ada maskud yang terkandung dari tindakan Nabi.

Dan ternyata perjanjian hudaibiyah pun banyak memberi manfaat bagi kaum muslimin, dimana selama setahun penundaan memasuki kota mekkah, umat Islam semakin kuat dan banyak diantara kaum kafir quraisy yang masuk Islam selama proses penundaan memasuki kota Mekkah, dan pada tahun berikutnya kaum muslimin pun memasuki kota Mekkah dengan aman, dan akhirnya benarlah apa yang dimimpikan oleh Rasulullah, bahwa pada akhirnya kaum muslimin pun bisa memasuki kota mekkah, begitulah Rasulullah dan para sahabat dalam menyikapi janji Allah, mereka menerima janji Allah sebagai sesuatu yang wajib diyakini dengan cara bertawakal dalam proses pelaksanaanya, bilamana pada kenyataanya terjadi halangan dalam pelaksanaan janji Allah yang menyebabkan tertundanya realisasi dari janji Allah.

Mereka tidak menagih janji Allah tetapi sebaliknya Rasulullah dan para sahabat mengembalikan semua kepada Allah. Ketika diserahkan sepenuhnya kepada Allah maka Allah anugerahkan Perjanjian hudaibiyah yang sangat membantu proses perkembangan dakwah Islam, begitulah Allah dalam merealisasikan janji-Nya Allah tidak akan pernah melupakan janji-Nya.

Peristiwa di atas memberi pengajaran kepada kita tentang Sir. Saidina Abu Bakar as-Siddik r.a melebihi sahabat-sahabat yang lain lantaran Sirnya, yaitu Rahasia pada hati nuraninya yang menghubungkannya dengan Allah s.w.t. Sir yang menguasainya itulah yang menjadikannya as-Siddik. Beliau r.a dapat membenarkan kebenaran Nabi Muhammad s.a.w tanpa usul. Beliau r.a membenarkan peristiwa Israk dan Mi'raj ketika kebanyakan kaum Quraisy menafikannya.

Abu Bakar r.a bukanlah seorang dungu yang bertaklid secara membuta tuli. Tetapi, apa yang sampai kepadanya diakui oleh Sirnya yang memperolehi pengesahan daripada Allah s.w.t. Cahaya kebenaran yang keluar daripada Rasulullah s.a.w dan cahaya kebenaran yang keluar dari Sir Abu Bakar r.a adalah sama, sebab itulah Abu Bakar r.a membenarkannya tanpa usul dan tanpa meminta bukti. Bukti apa lagi yang diperlukan apabila Sir telah mendapat jawapan daripada Allah s.w.t. Sir atau Rahsia Allah s.w.t itulah yang tidak bercerai tanggal daripada Allah s.w.t, sentiasa. menghadap kepada Allah s.w.t dan mendengar Kalam Allah s.w.t. Sir itulah yang mengenal Allah s.w.t

Kemurnian Sir Abu Bakar as-Siddik r.a ternyata lagi ketika kewafatan Rasulullah s.a.w. Umar r.a yang dikuasai oleh iman yang sangat kuat yang melahirkan cinta yang mendalam terhadap Rasulullah s.a.w, Kekasih Allah s.w.t, dikuasai kecintaan itu, beliau r.a mahu memancung kepala sesiapa sahaja yang mengatakan Rasulullah s.a.w sudah wafat.

Tetapi, Abu Bakar r.a, yang kecintaannya terhadap Rasulullah s.a.w mengatasi kecintaan Umar r.a mampu mengatakan, “Sesiapa yang menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad sudah wafat. Sesiapa yang menyembah Allah s.w.t maka Allah s.w.t tidak akan wafat selama-lamanya!” Begitulah murninya cahaya atau nur yang diterima oleh Abu Bakar r.a di dalam hatinya yang dipancarkan oleh Sir. Tidak salah jika dikatakan sekiranya mahu memahami hakikat Sir maka fahamilah diri Saidina Abu Bakar as- Siddik r.a. Mengenali beliau r.a membuat seseorang mengenali tanda-tanda Sir.


 by. http://filsafat.kompasiana 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar