Kamis, 13 Juni 2013

Asal Usul Festival Peh Cun


Festival Peh Cun atau biasa dikenal dengan Duan Wu Jie di kalangan Tionghoa Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5, bulan 5 pada penanggalan Imlek (lunar) dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou.
Kata Peh Cun berasal dari dialek Hokkian untuk kata pachuan (dalam bahasa Indonesia: mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktik umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini. Perayaan festival ini biasanya ditandai dengan kegiatan perlombaan dayung perahu naga.dan tradisi makan bakcang.

Mulai catatan sejarah dan asal usul hadirnya festival Peh Cun dalam masyarakat Cina itu sendiri terdapat beberapa versi cerita. Ada sumber yang mengatakan Festival Peh Cun berasal dari pemujaan terhadap Dewa Naga, ada yang mengatakan berasal dari peringatan kisah kesetiaan (Wu Zi Xu), ada pula sumber yang mengatakan festival ini untuk mengenang kisah anak berbakti (Cao E). Namun, diantara cerita-cerita tersebut yang paling terkenal adalah tentang kisah ke-patriotisme (peringatan atas Qu Yuan).
Peringatan atas Qu Yuan
Qu Yuan (339 SM – 277 SM) adalah seorang menteri negara Chu di Zaman negara-negara berperang. Ia adalah seorang pejabat yang berbakat dan setia pada negaranya, banyak memberikan ide untuk memajukan negara Chu. Kebijakannya yang ingin meyatukan dengan negara Qi lalu untuk memerangi negara Qin, keluarga raja mengkritiknya yang berakhir pada pengusirannya dari ibu kota negara Chu. Karena  kecemasannya akan masa depan negara Chu, ia bunuh diri dengan melompat ke sungai Miluo. Menurut legenda, ia melompat ke sungai pada tanggal 5 bulan 5. Ini tercatat dalam buku sejarah Shi Ji.
Qu Yuan sempat menulis puisi Lament of Ying sebelum bunuh diri. Puisi itu berisi ungkapan rasa perhatian dan rasa kasihan terhadap masyarakat pada waktu itu. Rasa geramnya ditumpahkan dalam puisi terhadap para pemimpin negeri yang hanya memikirkan diri sendiri dan membiarkan tragedi peperangan di tanah airnya yang sudah ada di depan mata.
Rakyat merasa sedih kemudian mencari jenazah sang menteri di sungai Miluo. Lalu mereka  melemparkan nasi dan makanan lain ke sungai, dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri. Untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut, maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang kita kenal sebagai bakcang saat ini. Para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan perahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya.

Catatan sejarah tersebut, masih ada sampai sekarang dan terus menjadi tradisi bagi masyrakat Tionghoa. Seperti tradisi lomba perahu naga yang diselenggarakan setiap tahun baik di Cina Daratan, Hong Kong, Taiwan maupun di Amerika Serikat.

Tradisi lain yang tak terlepas dari festival Peh Cun adalah tradisi makan bakcang. Bakcang telah populer di Cina dan telah menjadi makanan simbolik pada festival ini. Bentuk bakcang bermacam-macam dan yang biasa kita lihat sekarang adalah berbentuk prisma segitiga Isi bakcang juga bermacam-macam dan bukan hanya daging. Ada pula yang isinya sayur-sayuran.

Menggantungkan rumput Ai dan Changpu dikenal juga sebagai tradisi festival Peh Cun. Karena festival ini jatuh pada musim panas biasanya dianggap sebagai bulan-bulan yang banyak penyakitnya, sehingga rumah-rumah biasanya melakukan pembersihan, lalu menggantungkan rumput Ai dan Changpu di depan rumah untuk mengusir dan mencegah datangnya penyakit. Jadi, festival ini juga erat kaitannya dengan tradisi menjaga kesehatan di dalam masyarakat Tionghoa. (DNY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar